New Release-Paperback
Keamanan dan keselamatan jalur pelayaran -Sea Lanes Of Communication atau SLOC - yang melewati Laut China Selatan, akhir-akhir ini mulai terusik sehubungan dengan potensi
konflik yang selama berpuluh tahun terpendam, mulai muncul ke permukaan. Banyak
faktor yang menjadi penyebabnya, mulai dari politik, ekonomi, pertahanan, hukum
internasional dan lain-lain, ditambah dengan banyaknya aktor yang terlibat di
dalamnya. Apabila dikaji secara mendalam, ancaman terhadap keamanan dan
keselamatan di jalur pelayaran tersebut hanyalah
akibat dari pertikaian masalah kepemilikan terhadap dua buah gugusan pulau yang berlokasi di Laut China Selatan,
yaitu Kepulauan Spratly dan Paracel.
Terdapat enam negara yang berbatasan
dengan perairan itu yakni China, Taiwan,
Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam yang menyatakan klaimnya
memiliki kedaulatan atas kedua kepulauan tersebut, baik secara keseluruhan
ataupun hanya sebagian. Latar belakang klaim negara-negara (claimants) tersebut
berbeda-beda satu sama lain, mulai dari alasan sejarah (China, Taiwan, Vietnam), hak atas penemuan (Filipina), dan landas kontinen
(Malaysia dan Brunei) serta alasan keamanan dan pertahanan. Berlakunya hukum
laut internasional (UNCLOS 1982) seolah-olah memberikan peluang kepada para
claimants untuk memperkuat dan bahkan mengesahkan tuntunan mereka yang
berakibat berpotensi terjadi sengketa laut yurisdiksi nasional masing-masing
yang saling tumpang tindih.
Nine-Dash Line (thanhniennews.com)
Para pengamat masalah maritim meyakini
bahwa tujuan klaim dari para claimants bukanlah untuk memiliki dan kemudian
misalnya memindahkan penduduknya ke pulau-pulau tersebut, melainkan karena
faktor ekonomi semata, yakni rebutan sumber daya alam berupa minyak bumi dan
gas alam yang dipercaya sangat banyak terdapat di kawasan tersebut. Seiring
dengan kemajuan dan kemakmuran ekonomi negara-negara Asia dewasa ini seperti China, Vietnam, Malaysia, maka diperlukan eksploitasi sumber daya alam dari laut untuk tambahan
devisa negaranya.
Sejauh ini China dipandang sebagai satu-satunya negara besar yang paling konsisten
mengeksploitasi klaimnya, terbukti dari kebijaksanaan politik pemerintahnya
yang dalam beberapa kejadian tidak segan-segan menggunakan kekuatan militernya
sebagai pendukung kebijakannya.
Dan yang sangat merisaukan negara-negara sekitar bahkan dunia maritim
internasional adalah ketika pada tahun 1992 China memproklamasikan suatu hukum laut baru yang mengatur laut yurisdiksinya
ternyata mencakup seluruh wilayah Laut China Selatan. Dalam dekade terakhir ini disaksikan peningkatan kekuatan
Angkatan Laut China baik dalam jumlah maupun
kualitasnya, kapal perang dan personil. Oleh
karena itu pula China dewasa ini mampu menghadirkan
kekuatan lautnya secara intensif di Laut China Selatan melakukan patroli rutin maupun melakukan latihan.
China's nuclear submarine (dailymail.co.uk)
Ada dugaan bahwa China merasa sebagai satu-satunya aktor di Laut China Selatan dan akan menentang setiap kehadiran kekuatan lain di kawasan
tersebut. Amerika Serikat dengan kekuatan globalnya
secara tradisional sudah hadir di Laut Cina Selatan, termasuk Asia Tenggara,
karena mempunyai kepentingan yang sangat besar di kawasan ini, tentunya tidak
mau kehilangan supremasinya diambil alih oleh China.
Sebagai contoh, beberapa waktu lalu
Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan latihan bersama dengan Angkatan Laut
Vietnam di perairan Laut China Selatan dan
hal ini perlu dibaca sebagai pesan Amerika Serikat kepada negara-negara di
kawasan bahwa Washington tetap berkepentingan untuk mempertahankan komitmennya
utamanya stabilitas keamanan di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Pernyataan Menteri Luar Negeri
Amerika Serikat Hillary Clinton baru-baru ini di Hanoi yang menyatakan bahwa China perlu segera menyelesaikan klaim teritorialnya dengan negara-negara
tetangga di kawasan Laut China Selatan,
membuat China meradang. Namun pernyataan ini
semakin membuat China menyadari bahwa Amerika Serikat
adalah hambatan utama untuk mencapai ambisinya bahkan dapat dipandang sebagai
ancaman. Selain dari itu setiap maneuver, kegiatan dan ambisi negara-negara
claimants memberikan gambaran jelas bahwa kawasan itu sesungguhnya menyimpan
potensi konflik yang berbahaya yang sewaktu-waktu dapat meletus.
Paperback Amazon