Those ( physicist and astronomer ) who do not know the mistakes of general relativity are those who should be upgrade their understanding in fundamental concept of astronomy. No need math, just astronomy, its about fundamental concept of celestial sphere and star light refraction.GPS satellite navigation system doesn't use, doesn't need and doesn't prove Einstein's General Relativity.
THE CERTAINTY PRINCIPLE
There are exist The Certainty Principle, namely The Two-Polarity Principle : Yang-Yin, Siang-Malam, Male -Female, 0 - 1 (Digital) ..............
Fisika adalah ilmu yang murni melibatkan variabel-variabel
eksak, sedangkan ekonomi melibatkan interaksi sosial dan perilaku manusia yang,
menurut sebagian besar orang, tidak dapat diramalkan. Karena sifat eksaknya,
ilmu pasti langsung digolongkan sebagai sesuatu yang lebih sederhana (the
simple), sedangkan ilmu-ilmu non eksakta, dengan segala ketidakpastiannya,
dianggap sebagai sesuatu yang lebih kompleks. ( Prof. Yohanes Surya )
Asas Ketidakpastian - Principle Of Uncertainty - dikemukakan oleh fisikawan Jerman, Werner Heisenberg, pada tahun 1927. Latar
belakang Heisenberg mengemukakan asas tersebut adalah suatu pandangan terhadap
sifat atom yang tak menentu tidak dapat dihubungkan dengan alat-alat manusia
yang tak sempurna. Rahasia di dalam atom sangat tak terbatas, tak tergapai oleh
penyempurnaan alat-alat pengukuran dan pengamatan. Bahkan ada pendapat
pesimistik, bahwa upaya penemuan alat-alat canggih yang diharapkan mampu
menerobos lebih jauh ke dalam dunia mikrokosmos, adalah usaha sia-sia alias
" mission impossible ".
.
Asas Ketidakpastian
menyatakan, bahwa posisi dan kecepatan elektron tidak bisa ditentukan pada saat
yang bersamaan, karena semakin akurat kecepatannya ditentukan, maka semakin
tidak akurat penentuan posisinya, demikian sebaliknya.
Prinsip yang sederhana di dunia mikrokosmik / kuantum tersebut dipandang
memiliki implikasi yang dalam terhadap cara pandang kita terhadap alam semesta
/makrokosmik. Sebagian besar ilmuwan / fisikawan percaya, bahwa asas tersebut
telah menjungkir-balikkan faham
determinisme.
Werner
Heisenberg dipandang sebagai orang yang berhasil menumbangkan faham yang dianut
oleh Niels Bohr, fisikawan Denmark yang juga pembimbing
Heisenberg semasa masih mahasiswa.
Niels Bohr dikenal berpaham deterministik. Lebih jauh lagi, asas ketidakpastian
yang disampaikan Heisenberg pada tahun 1927 dipandang sebagaimaha karya fisika modern, karena dianggap telah berhasil
menggoncangkan dua tiang fisika klasik : hukum sebab-akibat dan ketentuan / kepastian.
“ Quantum
physics thus demolishes two pillars of the old science, causality and
determinism. “ ( www.philosophymagazine.com ).
Benarkah Asas Ketidakpastian telah menggugurkan Hukum Sebab-Akibat dan suatu
Ketentuan / Kepastian alam ? Kemungkinan besar
jawabannya : - TIDAK BENAR SAMA SEKALI -
Untuk membuktikannya, mari kita berimajinasi meniru Einstein menciptakan suatu
eksperimen imajiner. Eksperimen imajiner ini berbasis teori tentang model atom
sesuai yang dikemukakan Neils Bohr pada tahun 1913. Dalam
model ini, elektron dipandang sebagai partikel-partikel bermuatan negatif yang
bergerak mengelilingi inti atom yang bermuatan positif. Lintasan
gerak atau orbit elektron dibayangkan seperti kulit yang berlapis-lapis, dan
masing-masing lapisan kulit tersebut mempunyai tingkatan energi yang berbeda. Tingkat
energi paling rendah adalah kulit paling dalam, tingkat energi tertinggi adalah
kulit paling luar.
Elektron-elektron bergerak stasioner pada masing-masing orbitnya, sehingga
tidak ada energi yang dipancarkan maupun diserap. Energi yang dipancarkan atau
diserap timbul bila terjadi perpindahan elektron dari satu orbit ke orbit
lainnya. Berbasis teori model atom Bohr tersebut, maka mari kita imajinasikan
suatu eksperimen sebagai berikut :
Seorang ahli fisika imajiner berusaha
mengamati gerak elektron-elektron pada masing-masing orbitnya, dengan
menggunakan supermikroskop yang sangat kuat. Ahli fisika
itu mengalami kesulitan ketika ingin mengetahui posisi sebuah elektron tunggal. Mengingat
ukuran sebuah elektron lebih kecil dari sebuah gelombang cahaya, dia hanya
dapat menentukan sifat2 elektron cukup akurat, bila ia berhubungan dengan
sejumlah elektron. Makin banyak/ sejumlah besar elektron
yang diamati, maka semakin akurat informasi tentang sifat2 elektron bisa
didapat. Oleh karenanya ahli fisika imajiner itu
menyimpulkan adanya hubungan
sebab-akibat :
Pertama, sebuah elektron tunggal tidak bisa diamati
disebabkan ukurannya lebih kecil dari sebuah gelombang cahaya.
Ke dua, keakuratan penentuan sifat2 elektron
tergantung banyaknya / sejumlah besar elektron yang diamati..
Jika ahli fisika itu berusaha memperbesar ukuran sebuah elektron yang dilihatnya, ia harus menyinari partikel
itu dengan sinar yang lebih kuat, yaitu suatu radiasi gelombang pendek, dengan
sinar X mungkin masih belum cukup. Elektron dapat dibuat nampak lebih jelas,
hanya dengan sinar gamma Radium frekuensi tinggi. Namun
kesulitan lain muncul, karena usaha menyinari partikel2 bisa mengganggu gerak
elektron. Orbit stasioner elektron / keseimbangan
gaya-gaya yang terjadi akibat muatan positif inti atom dan muatan negatif
elektron2 tersebut akan terganggu.
Berdasarkan efek
fotolistrik, sinar biasa menimbulkan gaya cukup keras pada elektron, dan sinar
X yang mengenai elektron akan lebih keras lagi, sedangkan tumbukan sinar gamma
yang lebih kuat bisa menimbulkan kerusakan. Disini ahli
fisika imajiner tersebut juga melihat adanya hubungan sebab akibat : adanya gaya yang lebih keras terhadap
elektron menyebabkan gangguan terhadap gerak stasioner elektron, dan menjadikan
pula sulit menentukan posisi dan kecepatan elektron secara akurat dalam waktu
bersamaan.
Dari eksperimen imajiner diatas
terlihat jelas berlakunya Hukum Sebab-Akibat di dalam atom / mikrokosmik.Dan
jangan terkejut, karena eksperimen imajiner ahli fisika menggunakan
supermikroskop yang sangat kuat tersebut di atas, adalah eksperimen imajiner
yang diciptakan oleh Werner
Heisenberg ! Eksperimen
imajiner tersebut yang melahirkan Asas Ketidakpastian.
Perlu diketahui, bahwa suatu
eksperimen imajiner biasa digunakan oleh para ilmuwan untuk mendukung atau
menjelaskan teori yang dikemukakannya. Dalam hal ini diperlukan kejelian,
karena eksperimen2 imajiner tersebut SELALU CENDERUNG MENGGIRING ke arah
kesimpulan yang diinginkan oleh pencipta eksperimen imajiner tersebut. Dalam
contoh di atas dikemukakan eksperimen imajiner yang diciptakan oleh Heisenberg,
namun diarahkan oleh penulis artikel ini kepada suatu kesimpulan terhadap
berlakunya Hukum Sebab-Akibat.
Dengan demikian menjadi jelas,
klaim bahwa Asas Ketidakpastian menggoncang dua pilar utama fisika klasik,
Hukum Sebab-Akibat dan Ketentuan / Kepastian, adalah suatu klaim yang terjadi
akibat KESALAHPAHAMAN belaka.
Bahkan, dengan menggunakan eksperimen imajiner Heisenbergdi atas, kita bisa menarik suatu
kesimpulan adanya ASAS KEPASTIAN : yaitu prinsip yang diyakini /
dipastikan berlakunya di dalam atom, antara lain hubungan antara inti atom
dengan elektron, soal ukuran inti atom dan ukuran elektron dan polaritasnya /
berlakunya Prinsip Polaritas / The Two-Polarity Principle.
Dan
justru karena adanya KETENTUAN / KEPASTIAN soal-soal tersebut, maka bisa
digambarkan suatu model atom. Tanpa adanya ketentuan / kepastian dari hal-hal
yang sudah diketahui tentang atom, tidak mungkin bisa menjelaskan perihal atom
dan partikel yang ada di dalamnya. Dan tidak mungkin
bisa menganalisa, lalu menyimpulkan bahwa pada waktu bersamaan kita tidak bisa
menentukan posisi dan kecepatan elektron secara akurat / Asas Ketidakpastian.
-- Disini terlihat lagi hubungan Sebab-Akibat, bahwa adanya Ketentuan /
Kepastian berfungsi sebagai Penyebab, dan Ketidakpastian adalah Akibat
atau konsekuensinya.
Namun
hendaknya tidak dilupakan, bahwa eksperimen imajiner Werner Heisenberg yang
dibahas di atas berbasis teori tentang model atom sesuai yang dikemukakan Neils
Bohr pada tahun 1913. Sehingga kita harus memikirkan
lebih jauh lagi apakah model atom Bohr sudah secara tepat menggambarkan skala
besar alam semesta. Sehingga Asas Ketidakpastian yang
didapat dari permodelan itu bisa disebut sebagai suatu ketetapan alam / hukum
alam ( Natural law ), dan oleh karenanya dipandang bisa menggoncangkan Hukum
Sebab-Akibat dan Ketetapan / Kepastian Alam ?
Sedangkan model atom Bohr itu
sendiri sekarang sudah ditinggalkan sejak de Broglie dll mengemukakan teorinya bahwa elektron juga memiliki sifat
gelombang. Model atom modern yang digunakan sekarang ini
sudah tidak bicara lagi gerak stasioner elektron pada orbitnya, melainkan awan
elektron di sekitar inti atom, yang merupakan orbital atau tempat kebolehjadian
elektron. Model atom modern tidak lagi bicara soal posisi dan
kecepatan elektron, melainkan momentum elektron.
Selayaknya Asas
Ketidakpastian dimaknai lain. Sederhananya, model atom
" klasik " / Bohr berbeda dengan model atom modern, oleh karenanya
asas-asas yang mengaturnya tidak mungkin sama. Apa yang
tetap sama dan tidak berubah adalah Ketentuan / Kepastian tentang soal-soal
hubungan antara inti atom dengan elektron, ukuran atom dan inti atom serta
adanya elektron, dan polaritasnya / berlakunya Prinsip Polaritas / The
Two-Polarity Principle ( The Certainty Principle ).
Jika
Asas Heisenberg itu tetap digunakan secara kaku, terlebih lagi dipandang
sebagai suatu maha karya fisika modern yang menghasilkan suatu ketetapan alam,
dan dilawankan kepada Hukum Sebab-Akibat dan Ketetapan / Kepastian Alam ataupun
dipandang telah menggugurkan faham determinisme, maka bisa dikatakan telah
terjadi kekeliruan dalam berlogika - Fallacy of Forced Hypothesis - yang pada gilirannya kekeliruan logika
tersebut memunculkan istilah God Plays Dice.
Discover Interview Roger Penrose
Fakta, teori model
atom sudah berubah, namun ternyata soal ' posisi dan kecepatan elektron '-nya Werner Heisenberg sepertinya sudah menjadi semacam dogma. Hal ini terlihat jelas dalam dua buku
karangan Stephen Hawking, A Brief History of Time ( 1988 ) dan Grand
Design ( 2010 ).
Dalam buku A Brief History of Time soal Asas Ketidakpastian dibahas dalam satu bab sendiri : Bab 4 : Asas Ketidakpastian. Dan dalam bukunya yang terbaru, Grand Design, Stephen Hawking menyatakan :
" It is not obvious, but it turns out that with regard to ( Heisenberg's uncertainty
principle ), the value of a field and its rate of change play the
same role as the position and velocity of a particle. That is,
the more accurately one is determined, the less accurately the other can be. An
important consequence of that is that there is no such thing as empty space
meaning that both the value of a field and its rate of change are exactly
zero.... Since the uncertainty principle does not allow for values of both the
field and the rate of change to be exact, space is never empty, called the
vacuum, but the state is subject to what are call quantum jitters, or vacuum
fluctuations-particles and fields quivering in and out of existence. " ( http://EzineArticles.com/6048159 ).
Kelihatannya Stephen
Hawking lupa bahwa dia pernah menulis ' menyentil ' para ilmuwan lainnya :
"
Beberapa orang tidak pernah mengakui bahwa mereka keliru dan meneruskan mencari
argumen-argumen baru, dan sering saling tidak konsisten, untuk mendukung
pendapatnya yang salah. "
Mungkin benar apa yang
pernah dikatakan oleh Alphonsus
Kelly, seorang insinyur
Irlandia :
" Saya tahu ada pendeta yang mengkhotbahkan misteri yang tidak dia pahami. Saya pikir fisikawan melakukan hal yang sama. "
" Saya tahu ada pendeta yang mengkhotbahkan misteri yang tidak dia pahami. Saya pikir fisikawan melakukan hal yang sama. "
The Biggest Joke in
2013: We Found It!
Sebetulnya asas ketidakpastian Heisenberg memberi konfirmasi yang lebih meyakinkan kepada kita tentang keterbatasan indera penglihatan manusia. *)
Sebagaimana diketahui, indera penglihatan manusia hanya mampu melihat
dalam batas gelombang cahaya tampak, atau dalam batas spektrum kasat mata
( visible spectrum ), yaitu spektrum elektromagnetik dengan panjang
gelombang antara 400 - 700 nm. Dan keterbatasan
indera manusia bukan hanya indera penglihatan saja, melainkan juga indera
lainnya termasuk indera pendengar dan perasa. Keterbatasan indera
manusia merupakan salah satu dasar pembahasan filsafat metafisika, atau
bisa juga disebut asas metafisika. Lengkapnya dalam metafisika dikenal
dua macam asas / dasar atau prinsip yang digunakan sebagai landasan berpikir
atau berpendapat :
1. Ketidakpastian / ketidaktetapan yang ada pada wujud
benda yang diamati.
2. Ketidakpastian / ketidaktetapan yang ada pada pancaindera
manusia.
Dua hal yang merupakan dasar / landasan pandangan metafisika tersebut di atas
dikaitkan dengan asas ketidakpastian yang dikemukakan oleh Heisenberg,
dapat dilihat hubungannya karena ide Heisenberg muncul disebabkan
adanya ketidakpastian wujud benda yang diamati yaitu atom,
inti atom dan elektron2, serta ketidakpastian yang ada pada indera
penglihatan kita.
Dengan demikian
menjadi jelas, bahwa apa yang disebut sebagai asas ketidakpastian dalam fisika
modern yang dipandang sebagai penemuan baru di abad-20 / maha karya
fisika modern. sebenarnya bukan suatu hal baru.
Soal itu sudah ada dalam pembahasan metafisika sejak zaman sebelum zaman Masehi
oleh para filosof Yunani, sampai abad pertengahan dan seterusnya.
Dan berawal dari adanya ketidakpastian / ketidaktetapan wujud benda
( hakikat wujud ) dan keterbatasan kemampuan indera manusia itu yang
menyebabkan timbulnya bermacam pendapat yang berbeda-beda tentang
pandangan metafisika. Hal itu pula yang pada akhirnya
melahirkan bermacam-macam faham / aliran filsafat metafisika.
Bahwa kemudian di abad-20 dan sampai sekarang ini asas ketidakpastian
Heisenberg digunakan sebagai dasar pemikiran untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dipersoalkan di filsafat metafisika, seperti
bagaimanakah menjelaskan hakikat dari segala yang ada - alam semesta - ini ?
maka bisa dikatakan fisika modern telah “ mengintervensi “ ranah metafisika, sehingga batas-batas antara
fisika dan metafisika menjadi kabur.
Itulah sebabnya, sejak pertengahan abad-20 filosofi seolah-olah
tenggelam, nyaris tidak ada suaranya ................sejak beberapa
filsuf abad-20 yangpemikirannya banyak mempengaruhi kaum logis-positivis
menyatakan bahwa tugas-tugas filsafat seolah-olah sudah berakhir dan tidak ada
sisanya.
Misalnya, Ludwig
Wittgenstein ( 1889 - 1951 ) yang dikenal sebagai filsuf abad-20 mengatakan
:
" Satu-satunya tugas yang tersisa bagi filsafat
adalah analisis bahasa. "
Sama dengan apa yang pernah dikatakan oleh Martin Heidegger ( 1889 - 1976 ), bahwa tugas-tugas filsafat sudah diselesaikan
pada era Nietzsche ( 1844 - 1900 ). Martin Heidegger justru tidak
suka disebut filsuf, dia ingin disebut sebagai Pemikir Bahasa / sprachdenker.
Kembali ke soal berlakunya Prinsip Polaritas / The Two-Polarity Principle dan soal adanya ketidakpastian /
ketidaktetapan wujud benda ( hakikat wujud ) dan keterbatasan
kemampuan indera manusia.
Hal itu memberikan konsekuensi suatu Kepastian yang dapat dipandang
sebagai Asas Kepastian /
The Certainty Principle yang intinya berupa
keterbatasan inderawi manusia :
Bahwa pengenalan kita terhadap benda / materi
adalah berdasarkan persepsi inderawi kita, dan indera mata manusia
terbatas hanya bisa melihat benda-benda atau partikel dalam batas spekrum
cahaya tampak.
Segala apapun partikel yang kita lihat menggunakan alat-alat modern yang
canggih, proses akhirnya yang dihasilkan oleh persepsi indera mata
manusia tetap dalam batas spektrum cahaya tampak.
___________________
*) Asas Ketidakpastian dan Teori Spektrum Elektromagnetik pada dasarnya telah membuktikan kebenaran ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa sesungguhnya penglihatan manusia dalam keadaan payah / terbatas.
" ...... Kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ?
"
( QS, 67 ; 3 )
( QS, 67 ; 3 )
" Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya
penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat
dan penglihatanmu itu pun
dalam keadaan payah"
Paperback Kindle
Simple way to know Einstein was wrong: If
Einstein’s theory of general relativity was correct, then the light from stars that
passed closest to the sun would show the greatest degree of “bending”, and the stars whose
light tracks are very far from the sun have their lights not being bent or deflected.
The stars whose lights are not deflected means that there is no difference
between the apparent position and the true position of the stars. If being consistent with this
theory, it means that all stars visible at night time are at the appearance of
the stars on their true positions, because the said stars do not pass through
the field of gravity. This is certainly incorrect
if it is seen from the astronomical scientific point of view.The stars in the sky at night time and seen by the observers, all are stars on apparent positions, not on their true positions.
Tests on the general relativity theory as suggested by Albert Einstein: the photo taken to the stars at the time when the sun was dark during the solar eclipse was compared to the photo of the same stars taken at another time. The words ‘was compared to the photo of the same stars taken at another time’ means proposal suggested by Albert Einstein is unjustifiable from scientific point of view of the astronomy.
It is really hard to understand that the tests was conducted by a team led by Arthur Eddington in 1919.Here we know general relativity was wrong. Einstein ignored light refraction: astronomical refraction and terrestrial refraction, when he proposed the proving method for general relativity, and at the same time ignored the existing of the celestial sphere. Each point in the earth has its own celestial sphere. The celestial sphere is only applicable at a certain time and at a certain place on which such observation is performed.