Social Icons

31 Januari 2015

KONSEP KEBAHAGIAAN



KEBAHAGIAAN






    Semua orang mendambakan kebahagiaan, tetapi tidak semua orang memahami apa sebenarnya kebahagiaan itu.  Jika kebahagiaan diibaratkan sebagai suatu benda yang memiliki bentuk, ukuran dan warna tertentu, maka setiap orang yang mendambakan kebahagiaan harus mengenali benda tersebut sebelum berusaha mencari dan menemukannya untuk dimiliki.  Jika mereka belum mengenali benda tersebut, tentu saja pencariannya akan sia-sia belaka. Untuk mengenali kebahagiaan yang diibaratkan sebagai suatu benda tersebut diperlukan penjelasan, atau katakanlah suatu teori tentang kebahagiaan.

    Setelah memahami ' teori kebahagiaan ', baru bisa berusaha mencari dan menemukannya.  Kata-kata ' mencari dan menemukannya ' mengandung arti suatu usaha keras yang dilakukan agar mendapatkannya.  Dan mengingat kebahagiaan bukan suatu benda, melainkan suatu kondisi kejiwaan, maka usaha keras yang dimaksud di atas bukanlah bekerja keras untuk mengumpulkan kekayaan, lalu dengan kekayaan yang dimiliki bisa digunakan untuk membeli kebahagiaan.  Kebahagiaan tidak bisa dibeli. Cara mendapatkannya dengan usaha keras, yang dimaksud adalah praktek dalam kehidupan sehari-hari, sesuai praktek / jalan yang ditempuh menuju kebahagiaan. Praktek dalam kehidupan sehari-hari dapat dipandang sebagai suatu latihan, yaitu suatu latihan yang dilakukan terus-menerus secara kontinyu.


Teori tentang Kebahagiaan
    Sejak zaman sebelum Masehi sampai zaman sekarang ini, banyak sekali teori maupun filosofi tentang kebahagiaan. Dan pada dasarnya semua agama-agama yang ada di dunia juga mengajarkan pengetahuan tentang kebahagiaan, dan bahkan bertujuan agar para pemeluknya mencapai hidup bahagia selama di dunia maupun setelah di akhirat.    Beberapa teori tentang Kebahagiaan disampaikan antara lain berikut ini.
    Pertama, teori kebahagiaan yang berasal dari ajaran flisuf Yunani Epicurus (341-270 SM ), yaitu ajaran tentang Hedonisme. Filsafat Hedonisme sendiri pertama kali diajarkan oleh Aristippus dari Kirene, murid dari Socrates. Hedonisme mengajarkan bahwa setiap orang berhak melakukan segala daya upaya untuk memaksimalkan kesenangan, atau mencapai kelezatan duniawi, sepanjang daya upaya yang dilakukan itu tidak merugikan orang lain.    Epicurus mengajarkan bahwa kebahagiaan itu bisa dicapai bila seseorang menjalani kehidupan di dunia dan berusaha menikmati kelezatan duniawi yang tanpa resiko. Kebahagiaan tidak tergantung kepada kesenangan memiliki kekayaan, harta benda, anak istri, maupun status sosial. Epicurus sendiri menjalani kehidupan yang sederhana, dan tidak kawin. Namun di zaman modern ini ajaran hedonisme dimaknai lain, tidak lepas kaitannya dengan upaya mencapai kesejahteraan. Hedonism, a happy life maximizes feelings of pleasure and minimizes pain. Hedonisme, suatu kehidupan yang bahagia memaksimalkan perasaan senang dan meminimalkan rasa sakit.
    Ke dua, Teori Keinginan atau Desire Theory. Teori ini dikembangkan oleh James Patrick Griffin, seorang filsuf Amerika dan Professor di Universitas Oxford. Teorinya dipandang lebih baik dari hedonisme. Teori Keinginan menyatakan bahwa ‘happiness is a matter of getting what you want ‘, bahwa kebahagiaan adalah soal mendapatkan apa yang anda inginkan (Griffin, 1986). Teori Keinginan berakar dari Filsafat Keinginan yang juga sudah menjadi topik ajaran para filsuf Yunani kuno seperti Socrates dan Aristotle, dan kemudian di abad pertengahan juga dibahas oleh Rene Descarte, Hume, Hegel, dan lain-lainnya. Teori Keinginan ini sebenarnya bertentangan dengan ajaran dalam Buddhisme, yang memandang keinginan manusia itu sebagai akar dari keburukan.
Ke tiga, Teori Daftar Obyektif atau Objective List Theory. Teori ini menempatkan kebahagiaan ke daftar yang benar-benar berharga ( truly valuable things ) di dunia nyata. Daftar tersebut  termasuk prestasi karir, persahabatan, bebas dari penyakit dan rasa sakit, kenyamanan material, semangat masyarakat, keindahan, pendidikan, cinta, pengetahuan, dan hati nurani yang baik. Teori ini disampaikan oleh filsuf wanita AS yang juga professor di University of Chicago, Martha Craven Nussbaum.
    Tiga teori kebahagiaan yang disampaikan di atas dirangkum dan dikembangkan menjadi Authentic Happiness Theory  oleh Dr.Martin E.P.Seligman, Professor psikologi di University of Pennsylvania.  “Our theory holds that there are three distinct kinds of happiness: the Pleasant Life (pleasures), the Good Life (engagement), and the Meaningful Life.( authentichappiness.sas.upenn.edu).

Definisi Kebahagiaan
    Sebagaimana telah ditulis pada awal bab ini, sebelum mencari dan berusaha menemukan kebahagiaan, kita perlu mengetahui lebih dulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan kebahagiaan, apa yang dimaksud dengan hidup bahagia? Dan di atas sudah disampaikan beberapa teori tentang kebahagiaan. Setiap orang memiliki pendapat sendiri dan bisa memilih diantara teori-teori itu yang sesuai, atau merangkum dari teori-teori di atas itu ditambah dengan pengalaman sendiri, kemudian mendefinisikan kebahagiaan sebagai tujuan hidup yang ingin dicapai. Apakah cukup misalnya, rangkuman sebagaimana dilakukan oleh Profesor Dr. Martin E.P.Seligman dengan Authentic Happiness-nya?
    Seorang peneliti positif psikologi, Sonja Lyubormirsky dalam buku karangannya yang terbit pada tahun 2007, The How of Happiness, mendefinisikan kebahagiaan sebagai berikut: “the experience of joy, contentment, or positive well-being, combined with a sense that one’s life is good, meaningful, and worthwhile.” Dan berdasarkan hasil penelitiannya, Sonja Lyubomirsky menyimpulkan bahwa tercapainya kebahagiaan bagi seseorang tergantung dari 3 faktor, yaitu 50 % ditentukan oleh gen ( faktor keturunan), 10 % ditentukan oleh keadaan lingkungan kehidupannya, dan 40 % ditentukan oleh aktifitas / kegiatan yang dilakukan sehari-harinya.


Ilmu Bahagia
    
    Di dalam ajaran Kejawen juga banyak teori maupun filsafat tentang kebahagiaan dan bagaimana cara mencapainya. Antara lain filsafat yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryo Mataram(Ki ASM). Dan di dalam buku ini disampaikan filsafat dari Ki ASM tentang Ilmu Bahagia. Keunikan dari Ki ASM, walaupun beliau juga penganut salah satu agama, namun di dalam ajaran filsafatnya menciptakan istilah-istilah sendiri, lepas dari istilah-istilah yang sering digunakan di ajaran agama, demikian pula tidak menggunakan istilah-istilah yang sering terdapat di aliran kebatinan maupun aliran-aliran filsafat. 

    Ki ASM menyatakan pendiriannya:” Aku orang Jawa, dan aku memulai Kejawen ini sebagai buah pikiranku sendiri, bukan orang lain. Kutulis hal Kejawen, hal Javanisme yang sangat sederhana dan singkat. Kejawenku ini bukan agama, dan bukan kebatinan, hanya sepotong filsafat tentang kehidupan yang sederhana, tanpa gangguan dari fikiran-fikiran yang gaduh riuh, kabur dan menyesatkan. Aku melihat semua orang di sekitarku, yang berbeda agama, berbeda aliran spiritual, ras dan kebangsaan, pakaian dan istiadat, tingkat pendidikan, kedudukan dan derajat, sebagai sesama umat manusia. Yang kulihat bukan kulit atau bungkus badannya, tapi kemanusiaannya yang sejati. Aku dapat menghormati segala agama, aliran kebatinan, kecermelangan otak, dan segala apa yang melengkapi diri”.

    Dan memang, ilmu bahagia yang diajarkan oleh Ki ASM sangat sederhana.Menurut Ki ASM, dalam kehidupan ini yang ada hanya susah dan senang. Orang senang kalau tercapai keinginannya, kemauannya, cita-citanya, angan-angannya. Sedangkan orang susah karena tidak tercapai tujuan angan-angannya dan kemauannya. Angan-angan, cita-cita, tujuan dan kemauan diibaratkan seperti karet, bisa mulur (memanjang) atau mungkret/mengkerut (memendek). Kehidupan adalah mulur-mungkret, susah-senang silih berganti.

    Jika ada orang mengatakan, bahwa sepanjang hidupnya senang terus, orang itu pasti berbohong. Demikian juga jika ada yang mengatakan, selama hidupnya susah terus, pasti juga berbohong. Tidak ada manusia yang selama hidupnya senang terus, walaupun dia dari keluarga kaya-raya, atau dia seorang raja. Demikian juga tidak ada manusia yang selama hidupnya susah terus, walaupun dia orang miskin atau peminta-minta. Ada waktu-waktu senang dan ada waktu-waktu susah. Mungkin saja ada yang waktu senangnya berlangsung lama, dan waktu susahnya tidak lama. Senang-susah silih berganti, periode waktu senang-susah yang mungkin berbeda bagi tiap-tiap orang. Demikian juga persoalan yang menyebabkan senang atau susah juga berbeda. Apapun persoalan yang berbeda-beda itu, apa yang dirasakan sama : Senang - Susah.

    Kalau hanya ada senang dan susah, lalu yang dimaksud kondisi bahagia itu bagaimana? Ki ASM menjelaskan, bahwa bahagia adalah kondisi Tidak Senang dan Tidak Susah, atau kondisi Tenteram. Ketika jiwa tenteram, itulah bahagia. Tidak senang dan tidak susah, tetapi bukan berarti pasif, melainkan aktif, semangat, bergairah, dan banyak bersyukur.

Filsafat atau konsep kebahagiaan Ki ASM dapat digambarkan berikut ini.







Konsep Bahagia    


Pada  gambar di atas kondisi susah-senang digambarkan berupa garis naik-turun. Pada suatu periode waktu mengalami susah ( 2,4,6), periode waktu berikutnya senang (1,3,5), demikian sepanjang hidup manusia tidak lepas dari susah dan senang. Seseorang dikatakan telah meraih bahagia yang permanen digambarkan berupa garis  naik-turunnya di kolom tengah ( 7 ), kolom Tidak Senang Tidak Susah atau kondisi Tenteram / Bahagia.


Jalan Menuju Bahagia


    Banyak cara yang bisa dilakukan dalam menempuh jalan menuju bahagia. Yang jelas semua agama mengajarkan jalan menuju kebahagiaan. Dengan menjalani kehidupan berpegang teguh kepada tuntunan agama masing-masing, berarti kita sudah berada di jalan menuju bahagia. Semua manusia, tidak peduli apakah dia itu rakyat jelata yang miskin, pengusaha yang sukses, pejabat pemerintahan maupun para penguasa dan raja-raja, laki-laki maupun perempuan, memiliki hak yang sama untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan harus diusahakan sendiri. Hal ini disampaikan juga dalam konsep bahagianya Ki ASM, bahwa manusia itu sendiri yang harus berusaha, karena keinginan, cita-cita, dan kemauan berasal dari dirinya sendiri. 

Baca lebih lanjut di buku  ini:



While many of the causes of breast cancer are inherited, or out of your control, some of what causes breast cancer is easily controlled by you.
Stress and illness have a relationship, and the question of how does stress affect health has been raised in many countries. Stress and cancer are no exception.
Women who experience trauma or who live under chronic intense stress are far more likely to succumb to breast cancer. Stress is a major factor for getting breast cancer.
And the good news is that, if you learn good stress management techniques, you can minimize the other breast cancer causes. Learning to handle stress and tension actually makes all those other causes of cancer less important.
Keeping a positive attitude, living a healthy lifestyle (including getting exercise), and learning to relax--can all help you prevent breast cancer and, even overcome breast cancer! ( www.stressaffect.com )

Paperback Amazon-Full Color
Hanya sepotong filsafat sederhana
The Secret of Happiness of The Javanese










 
Blogger Templates