New Release Printable Edition-2
Kindle eBook :
Sejarah bangsa Indonesia periode abad 16 – abad 17 adalah masa-masa perlawanan terhadap bangsa asing / Eropa Barat yang berusaha menguasai pusat-pusat perdagangan di Nusantara, merupakan awal dari masa penjajahan bangsa Nusantara oleh bangsa asing. Pada masa perlawanan tersebut apabila dicermati, kita bisa menemukan strategi, taktik, atau ilmu perang yang dipraktekkan oleh para pahlawan bangsa. Strategi, taktik, atau ilmu perang yang dipraktekkan pada masa itu ibarat mutiara terpendam, dan sudah selayaknya kita gali dan kita ungkapkan kebenarannya.
Di zaman modern ini, kita banyak belajar tentang ilmu perang dari bangsa-bangsa maju di dunia. Kita mengagumi strategi, taktik, dan ilmu perang mereka. Dan mungkin banyak yang tidak menyadari, bahwa sesungguhnya banyak istilah dan pengertian dari strategi modern sekarang ini – khususnya menyangkut perang laut / strategi maritim – sudah dipraktekkan oleh para pendahulu kita, baik ketika melakukan perlawanan terhadap bangsa asing maupun ketika terjadi perang antar kerajaan. Misalnya istilah-istilah :penggunaan laut ( Use the Sea ), mencegah penggunaan laut oleh lawan ( Sea Denial ), pengendalian Laut ( Sea Control ), penguasaan laut ( Sea Command ), proyeksi kekuatan ( Power Projection/ Naval Projection ), armada siaga ( Fleet in Being ), semuanya itu sudah dipraktekkan oleh bangsa bahari Nusantara. Bahkan mungkin kita akan terkejut dan kagum, karena patut diduga ada di antara strategi ilmu perang laut modern itu yang aslinya berasal dari ilmu perangnya nenek-moyang kita !
Sebelum membahas lebih lanjut tentang mutiara terpendam tersebut, sebaiknya
diketahui terlebih dahulu keadaan bangsa-bangsa di Eropa Barat pada masa itu,
sehingga mereka sampai datang ke perairan Nusantara.
Abad 16 – 17 adalah masa kejayaan maritim bangsa-bangsa di Eropa Barat, yang kebangkitannya berawal sejak abad-11. Pada masa-masa tersebut sering terjadi perang besar antara bangsa-bangsa di Eropa Barat, antara lain Perang Seratus Tahun ( The Hundred Years War ), antara Inggris melawan Perancis yang terjadi pada pertengahan abad-14 sampai pertengahan abad-15. Selama seratus tahun atau satu abad berperang, berbagai pertempuran laut sering terjadi antara ke dua pihak, diselingi dengan perdamaian dan gencatan senjata, yang lalu berkobar lagi diawali dengan pengepungan dan pengrusakan armada, dan kemenangan serta kekalahan silih berganti antara ke duanya.
Sumber persengketaan, selain persaingan dalam
perdagangan dan perebutan pengaruh di kawasan Eropa, juga menyangkut perebutan
daerah Aquitaine yang terletak di wilayah Barat Daya negara Perancis
yang diklaim oleh Inggris sebagai daerah dalam kekuasaannya.
Setelah satu abad berperang, pada akhirnya di tahun 1453 peperangan dimenangkan oleh Perancis.
Setelah satu abad berperang, pada akhirnya di tahun 1453 peperangan dimenangkan oleh Perancis.
Kemudian pada tahun 1588
terjadi perang laut besar antara kerajaan Inggris melawan kerajaan
Spanyol. Waktu itu kerajaan Inggris di
bawah pemerintahan Ratu Elizabeth I, dan Inggris sudah berkembang menjadi negara maritim
yang disegani di Eropa. Namun Kekuatan Maritimnya masih
kalah dibandingkan dengan negara Spanyol, yang ketika itu di bawah pemerintahan Raja Philip.
Dan dalam
persaingan perdagangan, segala cara ditempuh untuk mengalahkan
saingannya. Di masa itu belum ada aturan baku dalam dunia
pelayaran. Dua kapal yang masing-masing berasal dari dua negara
yang bermusuhan, dan bertemu di tengah laut, bisa terjadi
pertempuran, saling merampas, membajak, atau merusak.
Dikenal nama-nama seperti Francis Drake dan
kawan-kawannya. Mereka sering membajak kapal-kapal dagang
Spanyol, terutama yang mengangkut emas dan perak, di Samudera
Atlantik dan di laut sekitar Amerika Selatan.
Sebagian hasilnya ternyata disetorkan ke kas
kerajaan, dan Ratu Elizabeth I terkesan mendukung kegiatan mereka
itu. Francis Drake dan kawan-kawannya bahkan mendapat
anugerah gelar kebangsawanan. Hal ini menimbulkan kemarahan
raja Spanyol, Philip. Sehingga Raja Philip langsung
memerintahkan kekuatan armada perangnya yang
terdiri dari 131 kapal untuk menyerang dan menaklukkan Inggris.
Kekuatan armada Spanyol yang besar tersebut dihadapi oleh
armada Inggris yang lebih kecil. Armada tempur Inggris
mendapat bantuan dari kapal-kapal bajak lautnya, dan dengan
berbagai taktik berusaha mencerai-beraikan formasi kapal-kapal
lawannya. Kapal-kapal Spanyol yang terpisah dari
formasi induknya diserang oleh armada Inggris, dirusak dan
ditenggelamkan. Pertempuran terjadi di Selat Channel selama 10
hari. Armada Spanyol dibuat menjadi kocar-kacir, dan
banyak yang menghindari keganasan kapal-kapal bajak laut
Inggris. Sebagian kapal-kapal Spanyol bermaksud
kembali ke negerinya, dan mereka memilih jalan memutar ke Utara mengitari
kepulauan Britania. Namun sebagian besar kapal-kapal Spanyol itu diserang
badai di Laut Utara, dan banyak yang tenggelam.
Pada masa sesudahnya, abad-17 dan abad-18, masih sering terjadi
peperangan di antara bangsa-bangsa di Eropa Barat. Sumber permasalahan atau faktor penyebabnya
sama dengan peperangan-peperangan yang terjadi di abad-abad sebelumnya, berkisar pada tiga permasalahan : persaingan
perdagangan lewat laut, perebutan daerah koloni, dan perebutan pengaruh di laut pada
jalur-jalur perdagangan mereka dan di daerah koloni. Pada akhir abad-17 terjadi peperangan antara
Inggris melawan Belanda, dan pada abad-18 Inggris berperang lagi melawan
Perancis. Dua peperangan ini yang
mengilhami Alfred Thayer Mahan menulis bukunya : “ The Influence Of Sea Power Upon
History 1660 - 1783 ” .
Buku tersebut diterbitkan
pada tahun 1890. Berisi gagasan besar A.T Mahan yang kemudian lebih dikenal
sebagai Teori Sea Power. Ajaran-ajaran dari Alfred Thayer Mahan inilah terutama
yang dipraktekkan betul oleh Amerika Serikat sehingga berhasil membangun bangsa
dan negaranya menjadi bangsa modern dan maju di dunia. Berkat Maritime Power yang berhasil
dibangunnya, Amerika Serikat tumbuh
menjadi superpower di dunia.
Dewasa ini, pada awal abad-21 ada semacam
penilaian atau kekhawatiran para strategyc thinker Amerika Serikat, bahwa AS
secara tidak disadari sudah mulai melupakan ajaran-ajaran AT.Mahan, namun justru Tiongkok sedang berusaha
menerapkan ajaran AT.Mahan dengan sungguh-sungguh.
WELCOME 2015
Strategi Power Projection Pate Unus dan Sea Command Sultan Agung.
Beberapa negara Eropa Barat yang berniaga sampai kawasan Nusantara : Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Niatnya semula adalah berdagang, yaitu terutama mencari rempah-rempah dan lada
, yang banyak dihasilkan di Maluku dan
juga Pulau Jawa, sebagai komuditi yang
banyak memberikan keuntungan di pasaran Eropa.
Niat berdagang tersebut berkembang menjadi keinginan
untuk menguasai dan monopoli perdagangan. Strategi yang mereka terapkan adalah
praktek yang biasa dilakukan di Eropa saat itu :
kerjasama dengan penguasa setempat untuk mendirikan benteng dan
pangkalan bagi kapal-kapal niaganya.
Dan jika kerjasama sulit diwujudkan,
mereka tidak segan-segan untuk menyerang dan merebut pangkalan
penting, serta menghancurkan perdagangan
lawan. Contohnya, pada tahun 1511 Portugis menyerang
dan merebut Malaka yang waktu itu merupakan Pusat Perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menimbulkan
perlawanan dari kerajaan-kerajaan Nusantara,
antara lain : Kampar,
Pasai dan Demak.
Penguasa kesultanan Demak sempat dua kali mengirim ekspedisi untuk merebut kembali Malaka. Ekspedisi pertama pada tahun 1511, dan ke dua tahun 1512, dengan mengerahkan sebanyak 12.000
prajurit angkatan laut, dipimpin
oleh oleh Pate Unus.
Ekspedisi Pate Unus ke Malaka tersebut merupakan satu
bentuk dari Strategi Maritim “ Proyeksi Kekuatan “,
atau “ Power Projection “.
Pasukan pimpinan Pate Unus tidak berhasil merebut kembali Malaka, sebabnya ialah karena bantuan yang semula
diharapkan datang dari Melayu, ternyata
tidak muncul, kemungkinan sudah berhasil
dirangkul oleh pihak Portugis. Hal ini sesuai dengan teori tentang proyeksi
kekuatan yang masih berlaku sampai sekarang, bahwa pelaksanaan strategi itu harus
didahului dengan kegiatan subversif untuk membentuk pasukan perlawanan di
wilayah daratan musuh. Contohnya
proyeksi kekuatan yang direncanakan AS dan pasukan sekutunya dalam Perang Teluk
tahun 1991, rencana yang sudah dipersiapkan dengan baik terpaksa dibatalkan,
sebabnya ialah karena kegiatan subversif tidak berhasil membentuk kekuatan
perlawanan.
Strategi Proyeksi
Kekuatan dilakukan pula oleh Sultan Agung , kerajaan Mataram,
dalam rangka memperluas kekuasaannya ketika berusaha menaklukkan Surabaya
( 1622 – 1625 ). Sultan Agung tidak langsung
menyerang Surabaya, melainkan berusaha menaklukkan terlebih dulu
pangkalan-pangkalan pendukung perdagangan Surabaya :
Sukadana dan Madura. Ekspedisi
ke Sukadana dikirim pada tahun 1622 dengan kekuatan 70 kapal dan 2000
prajurit, sedangkan ekspedisi ke Madura dilakukan pada tahun 1624.
Keberhasilan Sultan Agung
menaklukkan Sukadana dan Surabaya memberi pengaruh penguasaan terhadap Laut
Jawa – Use the Sea, Sea Command, dan Sea Control – namun tidak berhasil
mencegah pengunaan laut – Sea Denial – terhadap jalur pelayaran dari Maluku dan
Makasar lewat Laut Flores kemudian jalur pelayaran di sebelah Timur dan Selatan
pulau Madura, sehingga Surabaya belum bisa ditaklukkan.
Surabaya baru berhasil
ditaklukkan pada tahun 1625, setelah Sultan Agung menggabungkan
strategi perang laut dengan perang darat, yaitu mengepung Surabaya dan
memutuskan hubungannya dengan daerah pedalaman. Seni
Perang Darat yang yang dimainkan oleh Sultan Agung, adalah dengan
cara membendung Sungai Brantas dan membelokkan aliran sungai ke jurusan
lain, untuk menghentikan aliran sungai ke Surabaya.
Strategi Maritim yang diterapkan oleh Sultan Agung merupakan contoh yang baik dari penerapan strategi sesuai prinsip-prinsip Strategi Maritim yang diajarkan oleh Sir Julian Corbett, seorang sejarawan Inggris / Royal Navy, terkenal dengan buku yang diterbitkan pada tahun 1911 berjudul Some Principle of Maritime Strategy :
“ By maritime strategy
we mean the principles which govern a war in which the sea is a
substantial factors. Naval Strategy is but that part of it which
determines the movements of the fleet when maritime strategy has determined.
What part the fleet must
play in relation to the action of the land forces; for it scarcely needs
saying that it is almost impossible that a war can be decided by Naval action
alone.
The paramount concern,
then, of Maritime Strategy is to determine the mutual relations of your Army
and Navy in a plan of War. When this is
done, and not till then, Naval Strategy can begin to work out the
manner in which the fleet can best discharge the function assigned to
it. “ ( Sir Julian Stafford Corbett, Some
Principle of Maritime Strategy, 1911 ).