Social Icons

26 November 2013

PROYEKSI KEKUATAN - POWER PROJECTION








“ The Teams and Staffs through which the modern commander absorbs information and exercices his authority must be a beautifully interlocked,  smooth-working mechanism, ….  Idealy,  the whole should be practically a single mind “  

 ( General Dwight D. Eisenhower, 1944 )


 
Dari berbagai peperangan laut yang terjadi di abad-20,  dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II sampai Perang Falklands pada tahun 1982 dan Perang Teluk pada tahun 1991,  diketahui bahwa strategi maritim yang digunakan paling tidak mencakup 6 ( enam ) strategi,  yaitu :  Proyeksi kekuatan ke darat ( Power Projection / Operasi Amfibi ),  Penguasaan Laut ( Command of the Sea ) melalui upaya penghancuran kekuatan utama musuh di laut atau di pangkalan,  Pengendalian Laut ( Sea Control ),  Penangkalan,  Armada Siaga ( Fleet in Being ),  dan Blokade / mencegah penggunaan laut oleh lawan ( Sea Denial ).



Proyeksi kekuatan ke darat ( Power Projection ) masih merupakan strategi maritim yang utama,  karena proyeksi kekuatan ke darat merupakan jalan satu-satunya  untuk mencapai sasaran politik yang diinginkan, yaitu penguasaan daratan.   

Dan dalam melakukan proyeksi kekuatan,  diperlukan kerja sama yang sinergis antara Angkatan Laut ( Navy ),  Angkatan Udara ( Air Forces ) dan Angkatan Darat ( Army ).  Kekurangan atau kelemahan salah satu diantaranya dan kekurang-kompakan dalam kerja sama dapat mengakibatkan hal-hal yang fatal / kehancuran kekuatan utama yang dikerahkan.

Salah satu ciri pokok dari strategi maritim ialah bahwa lautan tidak bisa dikuasai,  hanya bisa dikontrol atau dikendalikan.  Oleh karenanya,  penguasaan yang sepenuhnya hanya bisa terjadi jika menguasai daratan atau pulau-pulau.

Proyeksi kekuatan yang intinya adalah mendaratkan pasukan di pantai / daratan yang dikuasai oleh musuh,  mengandung banyak kelemahan,  baik ketika iring-iringan konvoi yang mengangkut pasukan sedang dalam perjalanan di tengah laut menuju daerah sasaran,  lebih-lebih lagi ketika kapal-kapal pengangkut pasukan ( LST :  Landing Ship Tank ) sedang mendekati sasaran.   

Ketika mendekati sasaran pantai pendaratan yang dipilih,  otomatis semua kapal-kapal yang dilibatkan akan mengurangi kecepatan,  dan kapal-kapal akan disibukkan dengan kegiatan dalam bernavigasi serta persiapan pendaratan pasukan.  Pada kondisi tersebut,  bila musuh menyerang – karena intelijen mereka sudah mengetahui dan mereka sudah siap menghadang kehadiran musuh – maka bisa berakibat kehancuran total. 

Titik terlemah bagi operasi amfibi adalah ketika kapal-kapal angkut pasukan ( LST ) mulai menyentuh daratan musuh,  dan kendaraan-kendaraan amfibi mulai diluncurkan dari LST.  Kapal-kapal dan tank-tank amfibi dalam kondisi sangat lemah,  mereka boleh dikatakan tidak berdaya jika dalam kondisi tersebut lalu musuh yang menguasai daratan tiba-tiba menyerang dengan artilerinya atau menyerang dengan pesawat-pesawat pembom.

Oleh karena itu peranan intelejen sangat menentukan. Perencanaan proyeksi kekuatan sangat dirahasiakan.  Sedikit saja rencana itu bocor ke tangan musuh,  maka operasi harus dibatalkan. 

Disamping itu,  operasi amfibi mempersyaratkan bahwa sebelum perintah pendaratan pasukan dikeluarkan,  maka harus diyakinkan terlebih dulu bahwa kekuatan-kekuatan musuh yang berada di daratan – yang diperkirakan dapat membahayakan pendaratan pasukan – harus sudah berhasil dilumpuhkan.  Oleh karenanya operasi amfibi selalu didahului dengan pengeboman-pengeboman dan tembakan-tembakan artileri ke sasaran kekuatan musuh,  dan juga penerjunan pasukan para komando.


Perang Teluk

Tercatat dalam sejarah,  bahwa dalam Perang Teluk yang berlangsung pada tahun 1991,  Operasi Amfibi yang telah direncanakan oleh pihak Amerika – untuk mendaratkan pasukan Sekutu  di pantai Kuwait dan digelar dalam ‘ Operasi Badai Gurun ‘ ( Desert Storm ) -   terpaksa dibatalkan. 

Adapun sebab-sebabnya,  pertama Sekutu tidak berhasil melumpuhkan sistem senjata strategis Irak,  terutama system senjata peluru-peluru kendalinya.  Dan ke dua,  dalam perencanaan Sekutu,  operasi amfibi didahului dengan melakukan subversi di Irak,  yang bertujuan untuk membentuk kekuatan perlawanan di dalam negeri Irak yang akan berpihak kepada mereka / Sekutu.  Ternyata kegiatan subversi yang dilakukan juga tidak berhasil membentuk pasukan perlawanan.

Amerika / Sekutu akhirnya membatalkan operasi amfibi yang direncanakan,  lalu menggantinya dengan rencara alternatif,  yaitu melakukan serangan-serangan udara untuk menghancurkan pertahanan musuh,  dan kemudian mendaratkan pasukan para komando di Kuwait untuk mengusir tentara Irak yang menduduki Kuwait.


Perang Falklands

Berkaitan dengan proyeksi kekuatan ini sangat menarik menyimak jalannya perang Falklands antara Argentina dan Inggris,  pada tahun 1982.  Argentina menginvasi kepulauan Falklands melalui proyeksi kekuatan yang dilakukan secara tiba-tiba – serangan pendadakan -  dan dalam waktu singkat berhasil menguasai Falklands.  Serangan tiba-tiba yang dilakukan oleh pihak Argentina berhasil melumpuhkan pihak Inggris di Falklands,  dan tanpa menimbulkan korban jiwa.

Pendudukan kepulauan Falklands oleh Argentina mengejutkan dunia internasional,  lebih-lebih pihak Inggris,  mengingat bahwa saat itu diketahui kondisi perekonomian Argentina sedang jatuh,  dan situasi politik di dalam negerinya juga tidak stabil dengan banyaknya demontrasi-demontrasi yang dilakukan oleh rakyatnya.

Invasi Argentina tersebut mendapat respon yang cepat dari pihak Inggris,  yang langsung mengerahkan kekuatan militernya untuk merebut kembali Falklands.
 

Invasi Argentina dilakukan pada tanggal 2 April 1982,  dan 23 hari kemudian pada tanggal 25 April Inggris sudah mendaratkan pasukan komandonya di pantai Grytviken South Georgia, langsung melumpuhkan pasukan Argentina di sana.  Hari itu juga komandan pasukan Argentina di South Georgia menyerah tanpa syarat. 

South Georgia adalah gugusan kepulauan di sebelah Tenggara kepulauan Falklands,  jaraknya dengan Falklands lebih dari 1000 mil laut,  sedangkan jarak dari negara Inggris ke Falklands sekitar 8000 mil laut,  sehingga pendaratan pertama pasukan komando Inggris menempuh jarak sekitar 9000 mil laut.

Mengingat jarak yang sedemikian jauh,  maka respon yang cepat dari Inggris menimbulkan kekaguman.  Proyeksi kekuatan yang dilakukan oleh Inggris dalam perang Falklands tercatat dalam sejarah dunia sebagai proyeksi kekuatan terjauh yang pernah dilakukan oleh negara yang berperang.  

Disamping itu,  proyeksi kekuatan Inggris dalam perang Falklands merupakan Kampanye Militer Inggris terbesar setelah Perang Dunia II,  dan dilakukan secara mandiri / tanpa bantuan sekutu.



Pendaratan Normandi ( D-Day )

Proyeksi kekuatan ke darat atau Power Projection / Operasi Amfibi terbesar yang terkenal adalah Operasi ‘ Overlord ‘,  yang dikenal sebagai ‘ Pendaratan Normandi ‘.  Pendaratan pasukan Sekutu di pantai Perancis  dilakukan pada hari Selasa,  6 Juni 1944 ( D-Day ),  jam 06.30 waktu British Double Summer Time ( GMT + 2 ).   

Hampir tiga juta tentara menyeberangi Selat Inggris didaratkan ke Perancis yang waktu itu dikuasai oleh Nazi Jerman.  Jumlah pasukan pendaratnya sendiri sekitar 130.000 personel,  yang terdiri dari 5 Divisi pasukan gabungan Amerika,  Inggris dan Kanada,  1 Divisi Infanteri Amerika,  dan 1 Divisi Lapis Baja Inggris.

Sebelum pasukan didaratkan,  mulai tengah malam sampai dini hari serangan dibuka didahului dengan serangan udara dan artileri laut,  kemudian pendaratan parasut dan glider.

Setelah fase pendaratan administrasi,  pasukan tentara Sekutu bergabung dengan Pasukan Kemerdekaan Perancis,  dan kemudian kekuatan Sekutu mendapat perkuatan dengan bergabungnya pasukan dari Negara-negara :  Polandia,  Belgia,  Cekoslowakia,  Yunani,  Belanda,  dan Norwegia.




Kampanye Normandi berlangsung lebih dari dua bulan,  dan berakhir dengan dibebaskannya Paris dan jatuhnya Falaise pada akhir Agustus 1944.

Jumlah seluruh kapal perang dalam pendaratan Normandi  :  4798 kapal perang.

Kapal Tempur (  Battleships )              :           6  kapal (  3 US dan 3 RN ).
Kapal Penjelajah (  Cruisers )               :        23  kapal.
Destroyer dan Fregatts                          :     135  kapal.
Kapal Selam, kapal ranjau, kapal patrol :     508  kapal.
Kapal Angkut ( LST )                             :  1599  kapal.
Kapal Bantu dan LCM                            :   536  kapal.
Minor LCM                                             : 1991  kapal.

Jumlah                                                     : 4798  kapal

Jumlah kapal perang sebesar itu dibagi dalam dua Gugus Tugas ( Naval Task Forces ),  yaitu Gugus Tugas Barat dibawah komando Rear Admiral AG.Kirk,  dan Gugus Tugas Timur dibawah komando Rear Admiral Sir P.Vian.

Panglima Tertinggi Pasukan Gabungan  :     Jenderal Dwight D. Eisenhower.
Wakil Panglima Tertinggi                       :     Marshal Sir Arthur Tedder.
Panglima AL                                           :     Admiral Sir B. Ramsey.
Panglima AD                                          :      Jenderal Sir B. Montgomery.
Panglima AU                                          :      Marshal Sir T.Leight Mallary.

Kerugian setelah selesai kampanye :   2 Battleships rusak ringan terkena ranjau,  7 Destroyer tenggelam terkena bom laut dan torpedo,  3 Destroyer rusak berat terkena ranjau,  3 Cruiser rusak berat terkena ranjau, dan 1 Fregatt tenggelam terkena bom laut.






Share


 
Blogger Templates