Rasionalisme yang dipelopori oleh Rene Descartes
– Bapak Filsafat Modern – pada abad-17 dan
kemudian makin dikembangkan oleh Baruch Spinoza, Leibzniz dan tokoh-tokoh
filsafat modern lainnya, pada dasarnya
adalah suatu rasionalisme murni. Rasionalisme
yang digelindingkan oleh Descartes mendobrak pemikiran-pemikiran kolot pada
zamannya, dan memberi dampak luar biasa dalam bidang pemikiran.
Tidak hanya dalam
memajukan filsafat, namun juga
mendorong penemuan-penemuan baru ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dan berkat
optimisme terhadap kemampuan akal
pikiran, Iptek di dunia Barat berkembang
pesat. Dunia Barat menjadi pusat
kemajuan dunia, yang akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Rasionalisme murni memberi bobot yang berlebih-lebihan terhadap pengembangan kemampuan akal pikiran, sedangkan potensi lain yang dimiliki manusia yaitu rasa hati atau budi nurani, boleh dikatakan kurang mendapat perhatian atau diabaikan. Hal ini mendorong pemikir muda yang muncul tidak lama setelah Descartes meninggal, yaitu Blaise Pascal ( 1623 – 1662, menyampaikan gagasan-gagasannya.
Menurut Pascal,
pengetahuan berdasarkan akal pikiran hanya salah satu sumber ilmu
pengetahuan. Ada sumber lain yang lebih
penting, yaitu pengetahuan intuitif.
Tentang hal ini sudah ditulis dalam artikel post sebelumnya, berjudul
Rene Descartes, Blaise Pascal, dan Imam Al-Ghazali.
Blaise Pascal
menyatakan bahwa pengembangan kemampuan akal pikiran saja tidak akan pernah
bisa memecahkan problem-problem kemanusiaan.
Problem kemanusiaan teratasi hanya berkat rahmat Tuhan. Apa yang disampaikan oleh Blaise Pascal
tersebut banyak terbukti kebenarannya di kemudian hari, khususnya pada abad-20
dan sampai sekarang ini decade pertama abad-21.
Berkat pengembangan
rasionalisme murni, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi digunakan oleh manusia untuk
meningkatkan harkat dan martabat kehidupan, serta kesejahteraannya, sehingga terwujud kehidupan modern seperti
sekarang ini.
Di balik kegermelapan
dan kemegahan kehidupan modern, di mana pada
satu sisi mengandung suatu harapan bagi kehidupan manusia di masa depan yang
lebih baik : damai dan sejahtera, namun pada
sisi lain mengundang kecemasan berupa dampak-dampak yang ditimbulkannya. Dampak
tersebut lambat laun tampak semakin jelas gejala / fenomenanya berupa berbagai
macam bencana, penyakit, dan juga
….perang, baik perang yang terjadi antar
negara maupun perang saudara !
Manusia modern sekarang
ini boleh dikatakan berada dalam suatu kehidupan yang selalu dibayangi oleh
ancaman bahaya yang sewaktu-waktu bisa menimpa diri dan keluarganya, baik
ancaman bahaya berupa gempa bumi, tanah
longsor, tsunami, banjir, puting beliung sampai heavy storm semacam Noel,
Tornado dan sebagainya.
Serta ancaman bahaya berupa lingkungan kehidupan yang
tidak sehat di luar rumah maupun di dalam rumah. Hal ini terutama disebabkan oleh polusi udara
akibat banyaknya pemakaian bahan-bahan kimia dan bahan bakar, serta eksposur gas Radon ( karsinogenik klas I ) yang berasal dari retakan batu Granit yang digunakan dalam bangunan-bangunan megah baik berupa rumah tempat tinggal, perkantoran, hotel, pasar swalayan modern, rumah sakit, dsbnya ( dan yang berasal dari remukan batu granit yang digunakan dalam peralatan tenaga surya ). Semua bangunan megah yang mengandung granit pada dasarnya adalah ' bom waktu ' bagi generasi mendatang !*)
Disamping itu ada bahaya berupa radiasi
gelombang elekromagnet yang berasal dari peralatan elektronik yang digunakan
sehari-hari dalam rumah tangga.
The Little-Known Dangers of EMF
Demikian juga bahaya radiasi dari listrik tegangan tinggi, pemancar radio / televisi, maupun radiasi dari sinar matahari dan inteferensinya dengan nuclide radioaktif setempat ( radiasi bumi ), serta interferensi radiasi bumi dengan angin Fohn / Fohn wind di kawasan negara tertentu yang terdapat fenomena angin Fohn.
FOEHN WIND
Semuanya itu sampai saat ini belum dapat diungkap oleh sains modern. Sains modern berkaitan dengan ilmu penyakit khususnya, sudah lama terjebak dalam dogma virologi dan bakteriologi yang disebabkan oleh miskonsepsi yang berasal dari hasil percobaan ' tabung leher angsa ' Louis Pasteur, abad-19, yang diyakini telah menggugurkan konsep spontaneous generation-nya Aristoteles. Padahal yang digugurkan oleh Louis Pasteur adalah hipotesa spontaneous generation-nya Charles Darwin.
Spontaneous generation yang dicetuskan oleh Aristoteles, berbeda dengan spontaneous generation yang digunakan sebagai dasar teori evolusinya Charles Darwin. Aristoteles mengajarkan bahwa makhluk hidup berupa binatang seperti ulat dan binatang kecil lainnya bisa muncul secara spontan dari benda mati disebabkan karena adanya ' gaya hidup ' ( energi ketuhanan ). Intinya, Aristoteles percaya adanya Tuhan dan Tuhan berkuasa menciptakan makluk hidup lengkap dengan organ sempurna sesuai wujudnya, dari benda-benda mati. Berbeda dengan spontaneous generation versi Darwin yang berpendapat bahwa kehidupan berasal dari sel tunggal yang muncul dengan tiba-tiba di bumi tanpa adanya peran Tuhan.
Tuhan Maha Pemurah dan tidak jemu-jemunya mengingatkan manusia agar tidak sombong dan berlebih-lebihan dengan kemajuan penggunaan akalnya - sains - dan lalu melupakan Tuhannya. Berbagai peringatan yang disampaikan antara lain berupa hujan ikan, hujan katak, hujan darah di berbagai kawasan di dunia. Di negara Indonesia sendiri pada tahun 2011 ramai diberitakan terjadinya " hujan Ulat Bulu " ( maksudnya, wabah Ulat Bulu yang secara serentak dan " dalam tempo yang sesingkat-singkatnya " menyerang berbagai kota di wilayah Indonesia ! ). Sains modern tidak mampu membuktikan secara meyakinkan penyebab fenomena-fenomena tersebut.
Disamping itu, ilmu kedokteran modern sekarang ini banyak mengabaikan pengaruh dari faktor lingkungan / environment!.
Padahal ada banyak fakta beberapa jenis penyakit tertentu hanya terdapat di kawasan tertentu misalnya di suatu pulau kecil tertentu , dan tidak menyebar ke daerah lain / pulau lain. Ada banyak fakta jenis obat tertentu efektif digunakan di suatu negara, tapi tidak efektif digunakan di negara lain. Ada banyak fakta seseorang dinyatakan HIV positif di suatu negara, tapi diperiksa dengan methode yang sama di negara lain ternyata hasilnya negatif. Ada banyak fakta penyakit flu musiman menimbulkan korban jiwa yang sangat besar di suatu negara setiap tahunnya, tetapi relatif tidak menimbulkan korban jiwa di negara lain. Ada banyak fakta jenis / tipe virus tertentu, misalnya HIV, itu berbeda-beda tipenya di kawasan dunia satu dan lainnya. HIV di kawasan Afrika berbeda tipenya dengan HIV di Amerika Serikat atau di Asia Tenggara. Tidak jauh-jauh, HIV di tanah Papua berbeda tipenya dengan HIV di pulau Bali atau HIV di wilayah DKI.Jakarta. Mengapa bisa terjadi perbedaan-perbedaan tersebut ?
ISLAND DISEASE
Patut diduga, penyebabnya adalah environment factor, tidak lain adalah nuklid radioaktif setempat atau radiasi bumi ( earth radiation ). Dan sepertinya soal earth radiation ini belum banyak diteliti, misalnya sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap biologis, dan apakah ada hubungannya dengan kekebalan ras ( Ras Immunity ) dan kekebalan spesies ( Species Immunity ).
Bukan tidak mungkin, misalnya, penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit Kusta atau Lepra, dan dalam ilmu penyakit dikatakan penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium leprae ( exogenous ) - dan sampai sekarang belum diketahui secara jelas cara penularannya - penyebab sesungguhnya atau asal-usul bakterinya adalah : Radiasi Bumi / Nuklid Radioaktif setempat, mengingat bahwa pengaruh radiasi yang berlangsung lama dan kontinyu memberikan dampak nyata terhadap tubuh manusia, dapat menimbulkan kerusakan sel-sel kulit ( endogenous bactery ). Bakteri yang dikatakan sebagai penyebab penyakit Hansen itu tercipta atau berasal dari sel-sel tubuh yang rusak , bukan " makhluk angkasa luar " yang menyelinap masuk ke dalam tubuh manusia !
Demikian juga, semua jenis virus yang dikenal sebagai penyebab penyakit berasal dari sel-sel tubuh yang rusak. Dengan kata lain, asal-usul virus ( origin of viruses ) itu juga bukan dari luar ( exogenous ), melainkan dari dalam tubuh penderita. Virus bukan penyebab penyakit, melainkan produk dari sel-sel tubuh yang rusak yang disebabkan oleh beberapa faktor penyebab antara lain stres oksidatif, over-produksi ozon, dan radiasi.
Miskonsepsi dalam viral disease sebenarnya telah mengakibatkan bagi kemanusiaan, jauh lebih besar dari korban meninggal akibat terjadinya perang. Namun hal ini kurang mendapat perhatian.
Data statistik negara Amerika Serikat memperlihatkan bahwa dalam abad-20 - kurun waktu 100 tahun - jumlah korban meninggal akibat terjadinya perang yang dilakukan oleh negaranya, tidak lebih dari 7 % dibandingkan jumlah korban meninggal dari warga negaranya yang disebabkan karena penyakit infeksi ! ( Data pernah dimuat di The Scientist th.2008 - Community - sekarang sudah tidak bisa diakses )
The Little-Known Dangers of EMF
Demikian juga bahaya radiasi dari listrik tegangan tinggi, pemancar radio / televisi, maupun radiasi dari sinar matahari dan inteferensinya dengan nuclide radioaktif setempat ( radiasi bumi ), serta interferensi radiasi bumi dengan angin Fohn / Fohn wind di kawasan negara tertentu yang terdapat fenomena angin Fohn.
FOEHN WIND
Semuanya itu sampai saat ini belum dapat diungkap oleh sains modern. Sains modern berkaitan dengan ilmu penyakit khususnya, sudah lama terjebak dalam dogma virologi dan bakteriologi yang disebabkan oleh miskonsepsi yang berasal dari hasil percobaan ' tabung leher angsa ' Louis Pasteur, abad-19, yang diyakini telah menggugurkan konsep spontaneous generation-nya Aristoteles. Padahal yang digugurkan oleh Louis Pasteur adalah hipotesa spontaneous generation-nya Charles Darwin.
Spontaneous generation yang dicetuskan oleh Aristoteles, berbeda dengan spontaneous generation yang digunakan sebagai dasar teori evolusinya Charles Darwin. Aristoteles mengajarkan bahwa makhluk hidup berupa binatang seperti ulat dan binatang kecil lainnya bisa muncul secara spontan dari benda mati disebabkan karena adanya ' gaya hidup ' ( energi ketuhanan ). Intinya, Aristoteles percaya adanya Tuhan dan Tuhan berkuasa menciptakan makluk hidup lengkap dengan organ sempurna sesuai wujudnya, dari benda-benda mati. Berbeda dengan spontaneous generation versi Darwin yang berpendapat bahwa kehidupan berasal dari sel tunggal yang muncul dengan tiba-tiba di bumi tanpa adanya peran Tuhan.
Tuhan Maha Pemurah dan tidak jemu-jemunya mengingatkan manusia agar tidak sombong dan berlebih-lebihan dengan kemajuan penggunaan akalnya - sains - dan lalu melupakan Tuhannya. Berbagai peringatan yang disampaikan antara lain berupa hujan ikan, hujan katak, hujan darah di berbagai kawasan di dunia. Di negara Indonesia sendiri pada tahun 2011 ramai diberitakan terjadinya " hujan Ulat Bulu " ( maksudnya, wabah Ulat Bulu yang secara serentak dan " dalam tempo yang sesingkat-singkatnya " menyerang berbagai kota di wilayah Indonesia ! ). Sains modern tidak mampu membuktikan secara meyakinkan penyebab fenomena-fenomena tersebut.
Disamping itu, ilmu kedokteran modern sekarang ini banyak mengabaikan pengaruh dari faktor lingkungan / environment!.
Padahal ada banyak fakta beberapa jenis penyakit tertentu hanya terdapat di kawasan tertentu misalnya di suatu pulau kecil tertentu , dan tidak menyebar ke daerah lain / pulau lain. Ada banyak fakta jenis obat tertentu efektif digunakan di suatu negara, tapi tidak efektif digunakan di negara lain. Ada banyak fakta seseorang dinyatakan HIV positif di suatu negara, tapi diperiksa dengan methode yang sama di negara lain ternyata hasilnya negatif. Ada banyak fakta penyakit flu musiman menimbulkan korban jiwa yang sangat besar di suatu negara setiap tahunnya, tetapi relatif tidak menimbulkan korban jiwa di negara lain. Ada banyak fakta jenis / tipe virus tertentu, misalnya HIV, itu berbeda-beda tipenya di kawasan dunia satu dan lainnya. HIV di kawasan Afrika berbeda tipenya dengan HIV di Amerika Serikat atau di Asia Tenggara. Tidak jauh-jauh, HIV di tanah Papua berbeda tipenya dengan HIV di pulau Bali atau HIV di wilayah DKI.Jakarta. Mengapa bisa terjadi perbedaan-perbedaan tersebut ?
ISLAND DISEASE
Patut diduga, penyebabnya adalah environment factor, tidak lain adalah nuklid radioaktif setempat atau radiasi bumi ( earth radiation ). Dan sepertinya soal earth radiation ini belum banyak diteliti, misalnya sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap biologis, dan apakah ada hubungannya dengan kekebalan ras ( Ras Immunity ) dan kekebalan spesies ( Species Immunity ).
Bukan tidak mungkin, misalnya, penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit Kusta atau Lepra, dan dalam ilmu penyakit dikatakan penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium leprae ( exogenous ) - dan sampai sekarang belum diketahui secara jelas cara penularannya - penyebab sesungguhnya atau asal-usul bakterinya adalah : Radiasi Bumi / Nuklid Radioaktif setempat, mengingat bahwa pengaruh radiasi yang berlangsung lama dan kontinyu memberikan dampak nyata terhadap tubuh manusia, dapat menimbulkan kerusakan sel-sel kulit ( endogenous bactery ). Bakteri yang dikatakan sebagai penyebab penyakit Hansen itu tercipta atau berasal dari sel-sel tubuh yang rusak , bukan " makhluk angkasa luar " yang menyelinap masuk ke dalam tubuh manusia !
Demikian juga, semua jenis virus yang dikenal sebagai penyebab penyakit berasal dari sel-sel tubuh yang rusak. Dengan kata lain, asal-usul virus ( origin of viruses ) itu juga bukan dari luar ( exogenous ), melainkan dari dalam tubuh penderita. Virus bukan penyebab penyakit, melainkan produk dari sel-sel tubuh yang rusak yang disebabkan oleh beberapa faktor penyebab antara lain stres oksidatif, over-produksi ozon, dan radiasi.
Miskonsepsi dalam viral disease sebenarnya telah mengakibatkan bagi kemanusiaan, jauh lebih besar dari korban meninggal akibat terjadinya perang. Namun hal ini kurang mendapat perhatian.
Adverse drug reactions kill more than 10,000 people a year in the UK and more than 100,000 in the US
Data statistik negara Amerika Serikat memperlihatkan bahwa dalam abad-20 - kurun waktu 100 tahun - jumlah korban meninggal akibat terjadinya perang yang dilakukan oleh negaranya, tidak lebih dari 7 % dibandingkan jumlah korban meninggal dari warga negaranya yang disebabkan karena penyakit infeksi ! ( Data pernah dimuat di The Scientist th.2008 - Community - sekarang sudah tidak bisa diakses )
Oleh karenanya walaupun sekarang ini dikatakan sebagai zaman modern di mana ilmu pengetahuan dan teknologi maju pesat, namun tetap saja banyak problem-problem kemanusiaan yang belum terpecahkan, dan dikenal pula masih banyak jenis-jenis penyakit yang termasuk kategori : ' mysterious diseases '.
***
Belum lagi ancaman bahaya yang timbul dari penerapan sistem ekonomi dunia, globalisasi ekonomi dan pasar bebas, yang dalam banyak hal sangat merugikan bagi negara miskin dan rakyat kecil …………
Sains modern belum
berhasil – kalau tidak boleh dikatakan bahwa sesungguhnya sains modern telah
gagal – dalam mengatasi problem-problem kehidupan manusia. Dalam banyak hal, karena menonjolkan
kemampuan akal pikiran semata dan mengabaikan intuisi atau rasa hati, maka
solusi-solusi yang ditemukan berupa cara-cara pemecahan masalah yang semula
diyakini sebagai cara yang paling baik dan benar, namun terbukti di kemudian
hari cara-cara yang dilakukan itu ternyata keliru / miskonsepsi.
Banyak
contoh-contohnya, antara lain solusi yang diterapkan dalam mengatasi kekurangan
pangan dengan cara melakukan rekayasa genetika tanaman pangan. Lahirnya memang cara tersebut menghasilkan
produk lebih cepat dan berlimpah, bisa memenuhi kebutuhan pangan. Namun apa dampak dari teknologi tersebut bagi
keserasian dan keseimbangan alam serta bagi kehidupan manusia ? Dan apa dampak terhadap kesehatan jasmani dan rokhani manusia yang tiap hari mengkonsumsi GMO's food ?
Sains belum mampu mengungkapnya, namun intuisi atau rasa hati merasakan bahwa teknologi tersebut mencerminkan sikap tidak hormat kepada alam dan ‘ memperkosa makhluk hidup ‘ ( tanaman termasuk makhluk hidup ) dengan semena-mena. Dan hal itu juga berarti - tanpa disadari - telah berbuat semena-mena terhadap diri sendiri.
Falsafah Indonesia / Jawa mengajarkan : " Aja Dumeh Iso " ( Jangan mentang-mentang bisa / mampu melakukannya ). By common sense, jika apa yang dimakan oleh manusia adalah bahan-bahan bukan alami - gen diubah atau dimodifikasi, demikian pula ukurannya - maka output dan outcomenya adalah sesuatu yang tidak seimbang pula, jasmani maupun rokhaninya. Singkat kata, Garbage In Garbage Out.
Dan hukum sebab-akibat pasti berlakunya : Tornadoes Strike Oklahoma Again !
Sains belum mampu mengungkapnya, namun intuisi atau rasa hati merasakan bahwa teknologi tersebut mencerminkan sikap tidak hormat kepada alam dan ‘ memperkosa makhluk hidup ‘ ( tanaman termasuk makhluk hidup ) dengan semena-mena. Dan hal itu juga berarti - tanpa disadari - telah berbuat semena-mena terhadap diri sendiri.
Falsafah Indonesia / Jawa mengajarkan : " Aja Dumeh Iso " ( Jangan mentang-mentang bisa / mampu melakukannya ). By common sense, jika apa yang dimakan oleh manusia adalah bahan-bahan bukan alami - gen diubah atau dimodifikasi, demikian pula ukurannya - maka output dan outcomenya adalah sesuatu yang tidak seimbang pula, jasmani maupun rokhaninya. Singkat kata, Garbage In Garbage Out.
Dan hukum sebab-akibat pasti berlakunya :
Banyak tokoh, ulama dan
ilmuwan yang menolak rekayasa genetika tanaman. Bahkan pada tahun 2000 pemimpin
Gereja Katholik Paus John Paul II berbicara dihadapan sekitar 50.000 petani
Italia mengingatkan mereka dan juga para petani di dunia agar bersikap hormat
kepada alam : “ When farmers forget this basic
principle and become tyrants of the earth rather than its custodians ….sooner
or later the earth rebels “ ( The Earth Rebels ).
Contoh dan fakta " The Earth Rebels " seperti yang dimaksud dan diingatkan oleh Pope John Paul II.
Typhoon Haiyan 9 November 2013 menyerang dua titik kawasan dunia di mana di situ diketahui adalah kawasan pengembangan Rekayasa Genetika Tanaman secara besar-besaran. Alam bereaksi untuk mengembalikan Keseimbangan Alam di dua kawasan itu. Korban tewas akibat Haiyan bisa mencapai puluhan ribu orang. Lagi-lagi Tragedi Kemanusiaan akibat perilaku segelintir manusia yang menggunakan sains yang dimilikinya untuk memperkosa alam.
Dengan demikian apa-apa yang pernah disampaikan oleh Blaise Pascal pada abad-17, atau prediksi dari falsafahnya telah terbukti kebenarannya. Pengembangan akal pikiran semata tidak mampu memecahkan problem-problem kemanusiaan.
***
Dalam rangka menangkal dampak
merugikan dari kemajuan Iptek dan dampak dari globalisasi ekonomi, beberapa
dekade menjelang akhir abad-20 negara
Indonesia sebenarnya telah mengembangkan suatu konsep yang berhubungan dengan
dasar falsafah bangsa : Pancasila.
Pancasila dikembangkan dalam suatu bingkai ideologi yang disebut Ideologi Terbuka.
Dan sebagai suatu Ideologi Terbuka, Pancasila memiliki nilai-nilai yang
dikategorikan dalam tiga istilah, yaitu Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan
Nilai Praksis. Nilai Instrumental dan
Nilai Praksis bisa berubah seiring dengan perjalanan waktu dan sesuai dengan
tuntutan zaman, namun Nilai Dasar yang
mengandung nilai-nilai fundamental dari ke-5 sila dari Pancasila, tidak boleh
berubah. Nilai Dasar berfungsi sebagi
filter utama dan tolok ukur bagi setiap langkah kebijakan yang diambil dalam
melaksanakan pembangunan bangsa.
Sebagai falsafah dan ideology negara,
Pancasila bertitik-tolak dari sikap
hormat kepada alam dan makhluk hidup sesuai ajaran agama, dan sesuai dengan prinsip-prinsip
keseimbangan alam, yakni suatu keserasian, keselarasan, dan keseimbangan. Baik
dalam hubungan antara jasmani dengan
rokhani, lahir dengan batin, maupun hubungan antara manusia dengan
masyarakat, manusia dengan alam lingkungannya, serta manusia dengan Tuhan. Pancasila mengajarkan, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, dan oleh karenanya kebebasan sebagai individu ada batas-batasnya sesuai norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kehidupannya.
Dalam hubungan antara jasmani
dengan rokhani, falsafah Pancasila melahirkan konsep Cipta – Rasa – dan Karsa. Yang dimaksud dengan Cipta adalah akal
pikiran, Rasa adalah budi nurani,
sedangkan Karsa adalah kehendak / keinginan. Setiap kehendak apapun juga yang timbul
dalam diri seorang manusia, tidak lepas dari adanya rasa dan pikiran.
Prinsip-prinsip keseimbangan alam
tersebut di atas yang menjiwai pengembangan Pancasila secara konseptual menjadi
ideologi terbuka, yang pada dasarnya
adalah suatu upaya dalam rangka meningkatkan pembudayaan dan pengamalan Pancasila.
Bertitik-tolak dari
prinsip-prinsip keseimbangan alam tersebut, maka rasionalisme yang dikehendaki
dalam pengamalan Pancasila adalah rasionalisme yang serasi, selaras, dan
seimbang. Maksudnya, suatu rasionalisme
yang mengandung optimisme terhadap kemampuan akal pikiran, namun dengan tetap
menyadari bahwa kemampuan akal pikiran ada batas-batasnya, sehingga pada
kondisi tertentu diperlukan loncatan ke iman, mengingat bahwa iman itulah yang
membangkitkan rasa hati untuk mempertimbangkan baik-buruknya sesuatu hal yang
direncanakan oleh akal pikiran.
Rasionalisme Pancasila yang
bertitik-tolak dari prinsip-prinsip keserasian, keselarasan dan keseimbangan
juga berarti suatu rasionalisme yang tidak berat sebelah, yakni suatu
rasionalisme yang memberi bobot seimbang antara akal pikiran dengan budi
nurani. Berbeda dengan rasionalisme dalam pengertian
filsafat yang disuarakan oleh Rene Descartes.
Oleh sebab itu kata-kata Descartes yang terkenal : “ Cogito ergo sum “ atau “
Saya berpikir, maka saya ada “, dibaca dengan kacamata Pancasila yang
mengandung falsafah Cipta – Rasa – dan Karsa perlu dimaknai menjadi “ Saya berpikir dan merasakan, maka saya ada
“.
“ Saya berpikir “, berarti Cipta. “ Saya merasakan “ berarti Rasa. Dan “ Saya ada ( serta berkehendak “ berarti Karsa.
Rasionalisme Pancasila, yakni
adanya keseimbangan antara Cipta, Rasa, dan Karsa, pada dasarnya memang tidak
mudah untuk dilaksanakan. Namun di
situlah terletak tantangan yang perlu diatasi, mengingat bahwa dengan
menggunakan akal pikiran semata manusia tidak mampu mengatasi paradoks-paradoks
eksistensi hidup kemanusiaan.
*) Tuhan Maha Pemurah, untuk keperluan bahan-bahan bangunan bagi manusia telah disediakan bahan-bahannya baik berupa bebatuan atau pasir, yaitu bahan-bahan yang berasal dari ' muntahan '/letusan gunung berapi, contohnya antara lain batuan jenis andesit seperti yang digunakan oleh nenek moyang manusia untuk membangun candi-candi (al : Borobudur, Prambanan ). Bangunan dari bahan-bahan tersebut tidak menimbulkan ' bom waktu ' bagi generasi anak cucu...........
_______________
*) Tuhan Maha Pemurah, untuk keperluan bahan-bahan bangunan bagi manusia telah disediakan bahan-bahannya baik berupa bebatuan atau pasir, yaitu bahan-bahan yang berasal dari ' muntahan '/letusan gunung berapi, contohnya antara lain batuan jenis andesit seperti yang digunakan oleh nenek moyang manusia untuk membangun candi-candi (al : Borobudur, Prambanan ). Bangunan dari bahan-bahan tersebut tidak menimbulkan ' bom waktu ' bagi generasi anak cucu...........
_______________
Baruch Spinoza adalah filsuf Yahudi pada abad-17 sezaman dengan Rene Descartes. Filsafat Spinoza dikenal dengan sebutan Pantheism. Berbeda dengan filsafat Pantheisme yang terdapat di ajaran agama ( Istilah Jawa " Manunggaling Kawulo Gusti ). Pantheisme dalam ajaran agama bersumber dari kitab suci / wahyu Illahi, sedangkan Pantheism Spinoza adalah pengakuan adanya Tuhan yang disebut dengan istilah Supreme Intelligence, berdasarkan akal pikiran semata.
Filsafat Spinoza mendorong lahirnya faham Deism. Albert Einstein dalam salah satu surat yang ditulisnya pada tahun 1954 mengakui bahwa ia adalah penganut filsafat Spinoza / Deisme.