Social Icons

20 September 2014

POTENSI KONFLIK DI LAUT CHINA SELATAN


New Release-Paperback

Keamanan dan keselamatan jalur pelayaran -Sea Lanes Of Communication atau SLOC - yang melewati Laut China Selatan, akhir-akhir ini mulai terusik sehubungan dengan potensi konflik yang selama berpuluh tahun terpendam, mulai muncul ke permukaan. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, mulai dari politik, ekonomi, pertahanan, hukum internasional dan lain-lain, ditambah dengan banyaknya aktor yang terlibat di dalamnya. Apabila dikaji secara mendalam, ancaman terhadap keamanan dan keselamatan di jalur pelayaran tersebut hanyalah akibat dari pertikaian masalah kepemilikan terhadap dua buah gugusan pulau yang berlokasi di Laut China Selatan, yaitu Kepulauan Spratly dan Paracel.

Terdapat enam negara yang berbatasan dengan perairan itu yakni China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam yang menyatakan klaimnya memiliki kedaulatan atas kedua kepulauan tersebut, baik secara keseluruhan ataupun hanya sebagian. Latar belakang klaim negara-negara (claimants) tersebut berbeda-beda satu sama lain, mulai dari alasan sejarah (China, Taiwan, Vietnam), hak atas penemuan (Filipina), dan landas kontinen (Malaysia dan Brunei) serta alasan keamanan dan pertahanan. Berlakunya hukum laut internasional (UNCLOS 1982) seolah-olah memberikan peluang kepada para claimants untuk memperkuat dan bahkan mengesahkan tuntunan mereka yang berakibat berpotensi terjadi sengketa laut yurisdiksi nasional masing-masing yang saling tumpang tindih.




Nine-Dash Line (thanhniennews.com)

Para pengamat masalah maritim meyakini bahwa tujuan klaim dari para claimants bukanlah untuk memiliki dan kemudian misalnya memindahkan penduduknya ke pulau-pulau tersebut, melainkan karena faktor ekonomi semata, yakni rebutan sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas alam yang dipercaya sangat banyak terdapat di kawasan tersebut. Seiring dengan kemajuan dan kemakmuran ekonomi negara-negara Asia dewasa ini seperti China, Vietnam, Malaysia, maka diperlukan eksploitasi sumber daya alam dari laut untuk tambahan devisa negaranya.

Sejauh ini China dipandang sebagai satu-satunya negara besar yang paling konsisten mengeksploitasi klaimnya, terbukti dari kebijaksanaan politik pemerintahnya yang dalam beberapa kejadian tidak segan-segan menggunakan kekuatan militernya sebagai pendukung kebijakannya.

Dan yang sangat merisaukan negara-negara sekitar bahkan dunia maritim internasional adalah ketika pada tahun 1992 China memproklamasikan suatu hukum laut baru yang mengatur laut yurisdiksinya ternyata mencakup seluruh wilayah Laut China Selatan. Dalam dekade terakhir ini disaksikan peningkatan kekuatan Angkatan Laut China baik dalam jumlah maupun kualitasnya, kapal perang dan personil. Oleh karena itu pula China dewasa ini mampu menghadirkan kekuatan lautnya secara intensif di Laut China Selatan melakukan patroli rutin maupun melakukan latihan.



 China's nuclear submarine (dailymail.co.uk)


Ada dugaan bahwa China merasa sebagai satu-satunya aktor di Laut China Selatan dan akan menentang setiap kehadiran kekuatan lain di kawasan tersebut. Amerika Serikat dengan kekuatan globalnya secara tradisional sudah hadir di Laut Cina Selatan, termasuk Asia Tenggara, karena mempunyai kepentingan yang sangat besar di kawasan ini, tentunya tidak mau kehilangan supremasinya diambil alih  oleh China.

Sebagai contoh, beberapa waktu lalu Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan latihan bersama dengan Angkatan Laut Vietnam di perairan Laut China Selatan dan hal ini perlu dibaca sebagai pesan Amerika Serikat kepada negara-negara di kawasan bahwa Washington tetap berkepentingan untuk mempertahankan komitmennya utamanya stabilitas keamanan di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Pernyataan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton baru-baru ini di Hanoi yang menyatakan bahwa China perlu segera menyelesaikan klaim teritorialnya dengan negara-negara tetangga di kawasan Laut China Selatan, membuat China meradang. Namun pernyataan ini semakin membuat China menyadari bahwa Amerika Serikat adalah hambatan utama untuk mencapai ambisinya bahkan dapat dipandang sebagai ancaman. Selain dari itu setiap maneuver, kegiatan dan ambisi negara-negara claimants memberikan gambaran jelas bahwa kawasan itu sesungguhnya menyimpan potensi konflik yang berbahaya yang sewaktu-waktu dapat meletus.








Paperback Amazon









Share



 
Blogger Templates