Social Icons

18 September 2014

MENGEMBANGKAN INTELIJEN MARITIM



New Release-Paperback 
by RADM (Ret) Robert Mangindaan



Membicarakan intelijen, akan berangkat dari pemahaman yang sangat mendasar bahwa  intelijen itu adalah  pengetahuan (knowledge), bahwa intelijen itu adalah kegiatan untuk mencari pengetahuan yang diinginkan (activity), bahwa intelijen itu adalah organisasi yang melaksanakan kegiatan pengumpulan informasi (organization). 

1.Pengetahuan yang diinginkan.

Normatifnya—intelijen berwajiban untuk menjawab Unsur Utama Keterangan / UUK (essential element of Information-EEI) dari pengguna. Apabila pihak pengguna adalah negara maka derajat kepekaan UUK/EEI akan berkaitan dengan derajat kepentingan keamanan nasional. Merancang UUK akan berawal dengan suatu pertanyaan yang sangat kritis terhadap suatu ancaman (imminent loss) bagi negara. Bentuknya dapat menggunakan pandangan Liotta yang mengemukakan dalam tiga pertanyaan yang berintikan, yaitu : critical uncertainties, pre-determinant elements, dan driving factors.

Bagi NKRI yang habitatnya adalah air, maka pertanyaan kritis logikanya akan berat pada domain maritim, yang dapat disusun dalam skala prioritas misalnya, sebagai contoh berikut;

i) Apakah selama tahun 2009-2014 Indonesia mampu mengendalikan (sea control) seluruh kompartemen strategis di perairan yurisdiksinya? Pertanyaan ini akan disusul dengan kebutuhan infromasi mengenai komponen apa saja yang menjadi pre-determinant elements dan komponen apa  saja menjadi driving factor.

(ii) Apakah selama tahun 2009-2014 rompak dan rampok mengancam distribusi sembako dan kebutuhan pembangunan di seluruh NKRI? Sama dengan poin satu, perlu diikuti dengan pertanyaan mengenai pre-determinant elements  dan driving factors.

(iii) Apakah selama tahun 2009-2014 proyek Mega Natuna bebas dari ancaman terror maritim? Apa saja pre-determinant elements dan driving factors?

(iv)  Apakah pada tahun 2009-2014 Indonesia mampu memberikan kontribusi yang konstruktif untuk memelihara stabilitas perairan Asia Tenggara?

Banyak strategic area of concern yang perlu ditinjau misalnya saja; Peace operations and civilian protection, kerjasama bilateral seperti Lombok Agreement,  potensi konflik komunal di daerah perbatasan, alih teknologi untuk SEWACO dan seterusnya. Pada strata operasional sebagai pengguna maka rumusan operational UUK  akan mengacu pada UUK level strategi  dari pihak yang hirarkinya lebih tinggi.







2. Kegiatan yang dilaksanakan.

Rencana pengumpulan informasi akan mengikuti kaidah perputaran roda intelijen (intelligence cycle) yang berawal dengan perencanaan, berikut pelaksanaan, evaluasi dan penyampaian.  Siklus tersebut sudah sangat dipahami oleh para praktisi di lapangan, tetapi perlu disadari bahwa setiap tahap mempunyai kekuatan dan kelemahan yang bersifat laten, yang perlu diwaspadai. Banyak sekali contoh kasus yang memperlihatkan kelemahan pada tahap perencanaan, misalnya Operasi Mayaquez (1975) tanpa perencanaan yang matang dari pihak militer Amerika Serikat berakhir dengan kegagalan. Contoh kelemahan pada tahap pengumpulan adalah lemahnya pengendalian badan pengumpul, kualitas dan keandalan sarana pengumpul (humint, elint, imint) dan koordinasi antar badan pengumpul.

Pada tahap evaluasi banyak juga contoh kasusnya misalnya penyerbuan Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak berdasarkan ‘kualitas’ produk intelijen. Sedangkan contoh kelemahan dalam tahap penyampaian (dissemination) misalnya untuk mengantisipasi terhadap seranganPearlHarbour (1941) dan serangan 11 September (2001) ke WTC New York.

Contoh-contoh tersebut pada umumnya terjadi di Amerika Serikat dan mudah diunduh dari berbagai sumber, sebaliknya tidak mudah untuk mendapatkan contoh kasus kegagalan yang terjadi di Indonesia. Sepertinya budaya nasional yang mengawaki birokrasi di jajaran intelijen belum ‘siap’ dan merelakan kasus-kasus seperti itu dipelajari secara terbuka.

Pada dasarnya kegiatan intelijen mengenal tiga moda (mode of operation) yaitu terbuka, tertutup dan semi terbuka/ tertutup. Tiga moda kegiatan tersebut dapat juga dibedakan antara yang positif atau negative (counter intelligence), dan makalah ini (sangat) merekomendasikan agar counter intelligence lebih diperkuat dan diperdayakan.


3. Organisasi dan pengembangannya.

Secara teoritis, organisasi intelijen mengenal prinsip gunung es dan kompartementasi. Benar bahwa ada pihak yang menginginkan bahwa dengan berakhirnya Perang Dingin dan menguatnya era demokratisasi, hak azasi manusia, ‘reformasi’, agar organisasi intelijen lebih terbuka dan transparan. Tekanan seperti itu pernah dialami oleh Amerika Serikat pada era Presiden Jimmy Carter, misalnya ingin membuka identitas semua agen klandestin Amerika Serikat yang beroperasi di wilayah ‘Uni Soviet’. Tetapi perlu dipahami bahwa karakter dari intelijen akan hilang apabila prinsip gunung es dan kompartementasi dihapus. Apabila hal itu terjadi maka kantor intelijen akan sama dengan kantor berita nasional, atau kantor arsip nasional, oleh karena siapa saja boleh akses ke bidang apa saja, termasuk file keamanan nasional yang (sangat) diinginkan oleh berbagai pihak.

Mengacu kepada Undang-undang No. 34/2004 tentang TNI, Undang-undang No.3/2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-undang Dasar RI 1945, maka TNI dalam hal ini Angkatan Laut berkewajiban untuk mengembangkan intelijen maritim dan tentunya mulai dengan menata organisasinya. Adabeberapa langkah yang perlu ditempuh, yaitu—yang pertama, menghimpun semua potensi humint-elint-imint, dalam satu manajemen yang mencakup pembangunan, pembinaan, penggunaan, yang arahnya siap untuk menerapkan siklus intelijen. 

Potensi tersebut memang ada dan ‘berserakan’   di berbagai pemangku kepentingan dan ‘hanya’ gunakan untuk mengindra kepentingan sektoral. Yang kedua—membangun tatanan analis yang akan bertugas untuk menilai, menafsir, evaluasi, klarifikasi, hasil dari badan pengumpul  dan jejaringnya yang sesuai dengan sektor dan posisi geografis. Yang ketiga—membangun data base beserta protokol pemanfaatannya.

Berbagai keterbatasan yang ada sekarang ini, seharusnya sudah mendesak Indonesiauntuk mengembangkan konsep gabungan (jointness) dalam pengorganisasian  intelijen (maritim),  yang melibatkan   semua   potensi  pada berbagai pemangku kepentingan. 

Awalnya memang sulit oleh karena kuatnya egosektoral, tetapi perlu upaya tersebut perlu ditempuh yang diawali dengan membangun budaya gabungan (the culture). Rujukannya adalah (i) kepentingan nasional yang diuntungkan, (ii) manfaat yang dapat dinikmati oleh semua pemangku kepentingan, (iii) efisensi dan efektif yang akan terukur.

4. Operasionalisasi. Pertanyaannya—mulai dari mana? 

Sudah pada tempatnya    apabila pihak pembina matra laut yang dalam hal ini adalah Angkatan Laut, mengambil inisiatif untuk mengembangkan beberapa langkah, yaitu; (i) merancang strategi keamanan maritim nasional yang mengacu pada kepentingan nasional, dengan ‘menentukan’national objective yang ingin dicapai, (ii) merancang intelijen maritim nasional, dengan mengundang para pemangku kepentingan dan membahas potensi humint-elint-imint yang dapat dikembangkan, kemudian menata kapabilitas untuk membagi habis tugas pengumpulan bahan keterangan, (iii) membahas bersama protokol untuk mengelola intelijen maritim dan parameter monitor-evaluasi termasuk kadar efisiensi-efektivitas.

Secara teoritik, konsepsi tersebut di atas sepertinya mudah untuk dikembangkan, akan tetapi tidak demikian halnya di lapangan. Begitu banyak hambatannya, apakah egosektoral atau kekakuan doktrin yang sudah kadaluwarsa, ataupun masalah dana dan teknologi, namun bukan berarti bahwa intelijen maritim tidak dikembangkan. Mulai dengan langkah yang sederhana yaitu menata dilingkungan sendiri, dan secara bertahap menjangkau keberbagai pihak (pemangku kepentingan) yang terdekat.


Kebutuhan di lapangan sudah semakin luas, misalnya saja ada kewajiban untuk mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak seperti yang disepakati dalam The Lombok Agreement, ada pula kerjasama dalam kerangka ASEAN Maritime Forum, dan masih ada lagi dalam kerangka bilateral dengan banyak pihak.



( Robert Mangindaan : Amazon Paperback )









Share


 
Blogger Templates