“ The Teams and Staffs
through which the modern commander absorbs information and exercices his
authority must be a beautifully interlocked,
smooth-working mechanism, ….
Idealy, the whole should be
practically a single mind “
( General Dwight D. Eisenhower, 1944 )
( General Dwight D. Eisenhower, 1944 )
Dari berbagai peperangan laut yang terjadi di abad-20, dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II sampai Perang Falklands pada tahun 1982 dan Perang Teluk pada tahun 1991, diketahui bahwa strategi maritim yang digunakan paling tidak mencakup 6 ( enam ) strategi, yaitu : Proyeksi kekuatan ke darat ( Power Projection / Operasi Amfibi ), Penguasaan Laut ( Command of the Sea ) melalui upaya penghancuran kekuatan utama musuh di laut atau di pangkalan, Pengendalian Laut ( Sea Control ), Penangkalan, Armada Siaga ( Fleet in Being ), dan Blokade / mencegah penggunaan laut oleh lawan ( Sea Denial ).
Proyeksi kekuatan ke darat ( Power Projection ) masih merupakan strategi maritim yang utama, karena proyeksi kekuatan ke darat merupakan jalan satu-satunya untuk mencapai sasaran politik yang diinginkan, yaitu penguasaan daratan.
Dan dalam melakukan proyeksi kekuatan, diperlukan kerja sama yang sinergis antara
Angkatan Laut ( Navy ), Angkatan Udara (
Air Forces ) dan Angkatan Darat ( Army ).
Kekurangan atau kelemahan salah satu diantaranya dan kekurang-kompakan
dalam kerja sama dapat mengakibatkan hal-hal yang fatal / kehancuran kekuatan
utama yang dikerahkan.
Salah satu ciri pokok
dari strategi maritim ialah bahwa lautan tidak bisa dikuasai, hanya bisa dikontrol atau dikendalikan. Oleh karenanya, penguasaan yang sepenuhnya hanya bisa terjadi
jika menguasai daratan atau pulau-pulau.
Proyeksi kekuatan yang
intinya adalah mendaratkan pasukan di pantai / daratan yang dikuasai oleh
musuh, mengandung banyak kelemahan, baik ketika iring-iringan konvoi yang
mengangkut pasukan sedang dalam perjalanan di tengah laut menuju daerah
sasaran, lebih-lebih lagi ketika
kapal-kapal pengangkut pasukan ( LST : Landing Ship Tank ) sedang mendekati
sasaran.
Ketika mendekati sasaran
pantai pendaratan yang dipilih, otomatis
semua kapal-kapal yang dilibatkan akan mengurangi kecepatan, dan kapal-kapal akan disibukkan dengan
kegiatan dalam bernavigasi serta persiapan pendaratan pasukan. Pada kondisi tersebut, bila musuh menyerang – karena intelijen
mereka sudah mengetahui dan mereka sudah siap menghadang kehadiran musuh – maka
bisa berakibat kehancuran total.
Titik terlemah bagi
operasi amfibi adalah ketika kapal-kapal angkut pasukan ( LST ) mulai menyentuh
daratan musuh, dan kendaraan-kendaraan
amfibi mulai diluncurkan dari LST.
Kapal-kapal dan tank-tank amfibi dalam kondisi sangat lemah, mereka boleh dikatakan tidak berdaya jika dalam
kondisi tersebut lalu musuh yang menguasai daratan tiba-tiba menyerang dengan
artilerinya atau menyerang dengan pesawat-pesawat pembom.
Oleh karena itu peranan
intelejen sangat menentukan. Perencanaan proyeksi kekuatan sangat
dirahasiakan. Sedikit saja rencana itu
bocor ke tangan musuh, maka operasi
harus dibatalkan.
Disamping itu, operasi amfibi mempersyaratkan bahwa sebelum
perintah pendaratan pasukan dikeluarkan,
maka harus diyakinkan terlebih dulu bahwa kekuatan-kekuatan musuh yang
berada di daratan – yang diperkirakan dapat membahayakan pendaratan pasukan –
harus sudah berhasil dilumpuhkan. Oleh
karenanya operasi amfibi selalu didahului dengan pengeboman-pengeboman dan
tembakan-tembakan artileri ke sasaran kekuatan musuh, dan juga penerjunan pasukan para komando.
Perang
Teluk
Tercatat dalam
sejarah, bahwa dalam Perang Teluk yang
berlangsung pada tahun 1991, Operasi
Amfibi yang telah direncanakan oleh pihak Amerika – untuk mendaratkan pasukan
Sekutu di pantai Kuwait dan digelar
dalam ‘ Operasi Badai Gurun ‘ ( Desert Storm ) - terpaksa dibatalkan.
Adapun
sebab-sebabnya, pertama Sekutu tidak
berhasil melumpuhkan sistem senjata strategis Irak, terutama system senjata peluru-peluru
kendalinya. Dan ke dua, dalam perencanaan Sekutu, operasi amfibi didahului dengan melakukan
subversi di Irak, yang bertujuan untuk
membentuk kekuatan perlawanan di dalam negeri Irak yang akan berpihak kepada
mereka / Sekutu. Ternyata kegiatan
subversi yang dilakukan juga tidak berhasil membentuk pasukan perlawanan.
Amerika / Sekutu
akhirnya membatalkan operasi amfibi yang direncanakan, lalu menggantinya dengan rencara alternatif, yaitu melakukan serangan-serangan udara untuk
menghancurkan pertahanan musuh, dan
kemudian mendaratkan pasukan para komando di Kuwait untuk mengusir tentara Irak
yang menduduki Kuwait.
Perang
Falklands
Berkaitan dengan
proyeksi kekuatan ini sangat menarik menyimak jalannya perang Falklands antara
Argentina dan Inggris, pada tahun 1982. Argentina menginvasi kepulauan Falklands
melalui proyeksi kekuatan yang dilakukan secara tiba-tiba – serangan pendadakan
- dan dalam waktu singkat berhasil
menguasai Falklands. Serangan tiba-tiba
yang dilakukan oleh pihak Argentina berhasil melumpuhkan pihak Inggris di
Falklands, dan tanpa menimbulkan korban
jiwa.
Pendudukan kepulauan
Falklands oleh Argentina mengejutkan dunia internasional, lebih-lebih pihak Inggris, mengingat bahwa saat itu diketahui kondisi perekonomian
Argentina sedang jatuh, dan situasi
politik di dalam negerinya juga tidak stabil dengan banyaknya
demontrasi-demontrasi yang dilakukan oleh rakyatnya.
Invasi Argentina
tersebut mendapat respon yang cepat dari pihak Inggris, yang langsung mengerahkan kekuatan militernya
untuk merebut kembali Falklands.
Invasi Argentina dilakukan pada tanggal 2 April 1982, dan 23 hari kemudian pada tanggal 25 April Inggris sudah mendaratkan pasukan komandonya di pantai Grytviken South Georgia, langsung melumpuhkan pasukan Argentina di sana. Hari itu juga komandan pasukan Argentina di South Georgia menyerah tanpa syarat.
South Georgia adalah gugusan kepulauan di sebelah Tenggara kepulauan Falklands, jaraknya dengan Falklands lebih dari 1000 mil laut, sedangkan jarak dari negara Inggris ke Falklands sekitar 8000 mil laut, sehingga pendaratan pertama pasukan komando Inggris menempuh jarak sekitar 9000 mil laut.
Invasi Argentina dilakukan pada tanggal 2 April 1982, dan 23 hari kemudian pada tanggal 25 April Inggris sudah mendaratkan pasukan komandonya di pantai Grytviken South Georgia, langsung melumpuhkan pasukan Argentina di sana. Hari itu juga komandan pasukan Argentina di South Georgia menyerah tanpa syarat.
South Georgia adalah gugusan kepulauan di sebelah Tenggara kepulauan Falklands, jaraknya dengan Falklands lebih dari 1000 mil laut, sedangkan jarak dari negara Inggris ke Falklands sekitar 8000 mil laut, sehingga pendaratan pertama pasukan komando Inggris menempuh jarak sekitar 9000 mil laut.
Mengingat jarak yang sedemikian jauh, maka respon yang cepat dari Inggris menimbulkan
kekaguman. Proyeksi kekuatan yang
dilakukan oleh Inggris dalam perang Falklands tercatat dalam sejarah dunia
sebagai proyeksi kekuatan terjauh yang pernah dilakukan oleh negara yang
berperang.
Disamping itu, proyeksi kekuatan Inggris dalam perang
Falklands merupakan Kampanye Militer Inggris terbesar setelah Perang Dunia II, dan dilakukan secara
mandiri / tanpa bantuan sekutu.
Pendaratan Normandi ( D-Day )
Proyeksi kekuatan ke
darat atau Power Projection / Operasi Amfibi terbesar yang terkenal adalah
Operasi ‘ Overlord ‘, yang dikenal
sebagai ‘ Pendaratan Normandi ‘.
Pendaratan pasukan Sekutu di pantai Perancis dilakukan pada hari Selasa, 6 Juni 1944 ( D-Day ), jam 06.30 waktu British Double Summer Time (
GMT + 2 ).
Hampir tiga juta tentara
menyeberangi Selat Inggris didaratkan ke Perancis yang waktu itu dikuasai oleh
Nazi Jerman. Jumlah pasukan pendaratnya
sendiri sekitar 130.000 personel, yang
terdiri dari 5 Divisi pasukan gabungan Amerika,
Inggris dan Kanada, 1 Divisi
Infanteri Amerika, dan 1 Divisi Lapis
Baja Inggris.
Sebelum pasukan
didaratkan, mulai tengah malam sampai
dini hari serangan dibuka didahului dengan serangan udara dan artileri
laut, kemudian pendaratan parasut dan
glider.
Setelah fase pendaratan
administrasi, pasukan tentara Sekutu
bergabung dengan Pasukan Kemerdekaan Perancis,
dan kemudian kekuatan Sekutu mendapat perkuatan dengan bergabungnya
pasukan dari Negara-negara :
Polandia, Belgia, Cekoslowakia,
Yunani, Belanda, dan Norwegia.
Kampanye Normandi
berlangsung lebih dari dua bulan, dan
berakhir dengan dibebaskannya Paris dan jatuhnya Falaise pada akhir Agustus
1944.
Jumlah seluruh kapal
perang dalam pendaratan Normandi : 4798 kapal perang.
Kapal Tempur ( Battleships ) : 6 kapal
( 3 US dan 3 RN ).
Kapal Penjelajah ( Cruisers ) : 23
kapal.
Destroyer dan
Fregatts : 135 kapal.
Kapal Selam, kapal
ranjau, kapal patrol : 508 kapal.
Kapal Angkut ( LST
) : 1599 kapal.
Kapal Bantu dan
LCM : 536 kapal.
Minor LCM
: 1991 kapal.
Jumlah
: 4798 kapal
Jumlah kapal perang
sebesar itu dibagi dalam dua Gugus Tugas ( Naval Task Forces ), yaitu Gugus Tugas Barat dibawah komando Rear
Admiral AG.Kirk, dan Gugus Tugas Timur
dibawah komando Rear Admiral Sir P.Vian.
Panglima Tertinggi
Pasukan Gabungan : Jenderal Dwight D. Eisenhower.
Wakil Panglima
Tertinggi : Marshal Sir Arthur Tedder.
Panglima AL
: Admiral Sir B. Ramsey.
Panglima AD
: Jenderal Sir B. Montgomery.
Panglima AU
: Marshal Sir T.Leight Mallary.