Social Icons

29 Oktober 2012

THE CERTAINTY PRINCIPLE: The Two-Polarity Principle




Those ( physicist and astronomer ) who do not know the mistakes of general relativity are those who should be upgrade their understanding in fundamental concept of astronomy. No need math, just astronomy, its about fundamental concept of celestial sphere and star light refraction.

GPS satellite navigation system doesn't use, doesn't need and doesn't prove Einstein's General Relativity.

THE CERTAINTY PRINCIPLE

There are exist The Certainty Principle, namely The Two-Polarity Principle : Yang-Yin, Siang-Malam, Male -Female, 0 - 1 (Digital) ..............



Fisika adalah ilmu yang murni melibatkan variabel-variabel eksak, sedangkan ekonomi melibatkan interaksi sosial dan perilaku manusia yang, menurut sebagian besar orang, tidak dapat diramalkan. Karena sifat eksaknya, ilmu pasti langsung digolongkan sebagai sesuatu yang lebih sederhana (the simple), sedangkan ilmu-ilmu non eksakta, dengan segala ketidakpastiannya, dianggap sebagai sesuatu yang lebih kompleks. ( Prof. Yohanes Surya )
      
Ilmu Fisika adalah ilmu murni yang bersifat 
eksak atau Pasti, namun mengapa dalam ilmu fisika tidak ditemukan ASAS KEPASTIAN, tapi justru dikenal ASAS KETIDAKPASTIAN, yang disebut-sebut sebagai Maha Karya Fisika Modern ??
Asas Ketidakpastian - Principle Of Uncertainty - dikemukakan oleh fisikawan Jerman, Werner Heisenberg, pada tahun 1927.    Latar belakang Heisenberg mengemukakan asas tersebut adalah suatu pandangan terhadap sifat atom yang tak menentu tidak dapat dihubungkan dengan alat-alat manusia yang tak sempurna. Rahasia di dalam atom sangat tak terbatas, tak tergapai oleh penyempurnaan alat-alat pengukuran dan pengamatan. Bahkan ada pendapat pesimistik, bahwa upaya penemuan alat-alat canggih yang diharapkan mampu menerobos lebih jauh ke dalam dunia mikrokosmos, adalah usaha sia-sia alias " mission impossible ".
.
Asas Ketidakpastian menyatakan, bahwa posisi dan kecepatan elektron tidak bisa ditentukan pada saat yang bersamaan, karena semakin akurat kecepatannya ditentukan, maka semakin tidak akurat penentuan posisinya, demikian sebaliknya. 

Prinsip yang sederhana di dunia mikrokosmik / kuantum tersebut dipandang memiliki implikasi yang dalam terhadap cara pandang kita terhadap alam semesta /makrokosmik. Sebagian besar ilmuwan / fisikawan percaya, bahwa asas tersebut telah menjungkir-balikkan faham determinisme.   

Werner Heisenberg dipandang sebagai orang yang berhasil menumbangkan faham yang dianut oleh Niels Bohr, fisikawan Denmark yang juga pembimbing Heisenberg semasa masih mahasiswa.
 
Niels Bohr dikenal berpaham deterministik. Lebih jauh lagi, asas ketidakpastian yang disampaikan Heisenberg pada tahun 1927 dipandang sebagaimaha karya fisika modern, karena dianggap telah berhasil menggoncangkan dua tiang fisika klasik :   hukum sebab-akibat dan ketentuan / kepastian.
“  Quantum physics thus demolishes two pillars of the old science, causality and determinism. “   ( www.philosophymagazine.com ).


Pandangan tersebut memunculkan istilah ' Tuhan bermain dadu / God Plays Dice ' yang ditolak oleh Einstein dengan ungkapan populer yang dikenal : 'God Does Not Play Dice '.
 
Benarkah Asas Ketidakpastian telah menggugurkan Hukum Sebab-Akibat dan suatu Ketentuan / Kepastian alam ?    Kemungkinan besar jawabannya : - TIDAK BENAR SAMA SEKALI -

Untuk membuktikannya, mari kita berimajinasi meniru Einstein menciptakan suatu eksperimen imajiner. Eksperimen imajiner ini berbasis teori tentang model atom sesuai yang dikemukakan Neils Bohr pada tahun 1913.    Dalam model ini, elektron dipandang sebagai partikel-partikel bermuatan negatif yang bergerak mengelilingi inti atom yang bermuatan positif.    Lintasan gerak atau orbit elektron dibayangkan seperti kulit yang berlapis-lapis, dan masing-masing lapisan kulit tersebut mempunyai tingkatan energi yang berbeda.    Tingkat energi paling rendah adalah kulit paling dalam, tingkat energi tertinggi adalah kulit paling luar.

Elektron-elektron bergerak stasioner pada masing-masing orbitnya, sehingga tidak ada energi yang dipancarkan maupun diserap. Energi yang dipancarkan atau diserap timbul bila terjadi perpindahan elektron dari satu orbit ke orbit lainnya. Berbasis teori model atom Bohr tersebut, maka mari kita imajinasikan suatu eksperimen sebagai berikut :


Seorang ahli fisika imajiner berusaha mengamati gerak elektron-elektron pada masing-masing orbitnya, dengan menggunakan supermikroskop yang sangat kuat.    Ahli fisika itu mengalami kesulitan ketika ingin mengetahui posisi sebuah elektron tunggal.    Mengingat ukuran sebuah elektron lebih kecil dari sebuah gelombang cahaya, dia hanya dapat menentukan sifat2 elektron cukup akurat, bila ia berhubungan dengan sejumlah elektron.    Makin banyak/ sejumlah besar elektron yang diamati, maka semakin akurat informasi tentang sifat2 elektron bisa didapat. Oleh karenanya ahli fisika imajiner itu menyimpulkan adanya hubungan sebab-akibat  :


Pertama,  sebuah elektron tunggal tidak bisa diamati disebabkan ukurannya lebih kecil dari sebuah gelombang cahaya.  

Ke dua, keakuratan penentuan sifat2 elektron tergantung banyaknya / sejumlah besar elektron yang diamati.. 

Jika ahli fisika itu berusaha memperbesar ukuran sebuah elektron yang dilihatnya, ia harus menyinari partikel itu dengan sinar yang lebih kuat, yaitu suatu radiasi gelombang pendek, dengan sinar X mungkin masih belum cukup. Elektron dapat dibuat nampak lebih jelas, hanya dengan sinar gamma Radium frekuensi tinggi.   Namun kesulitan lain muncul, karena usaha menyinari partikel2 bisa mengganggu gerak elektron.    Orbit stasioner elektron / keseimbangan gaya-gaya yang terjadi akibat muatan positif inti atom dan muatan negatif elektron2 tersebut akan terganggu.    

Berdasarkan efek fotolistrik, sinar biasa menimbulkan gaya cukup keras pada elektron, dan sinar X yang mengenai elektron akan lebih keras lagi, sedangkan tumbukan sinar gamma yang lebih kuat bisa menimbulkan kerusakan.    Disini ahli fisika imajiner tersebut juga melihat adanya hubungan sebab akibat : adanya gaya yang lebih keras terhadap elektron menyebabkan gangguan terhadap gerak stasioner elektron, dan menjadikan pula sulit menentukan posisi dan kecepatan elektron secara akurat dalam waktu bersamaan.


Dari eksperimen imajiner diatas terlihat jelas berlakunya Hukum Sebab-Akibat di dalam atom / mikrokosmik.Dan jangan terkejut, karena eksperimen imajiner ahli fisika menggunakan supermikroskop yang sangat kuat tersebut di atas, adalah eksperimen imajiner yang diciptakan oleh Werner Heisenberg ! Eksperimen imajiner tersebut yang melahirkan Asas Ketidakpastian.


Perlu diketahui, bahwa suatu eksperimen imajiner biasa digunakan oleh para ilmuwan untuk mendukung atau menjelaskan teori yang dikemukakannya. Dalam hal ini diperlukan kejelian, karena eksperimen2 imajiner tersebut SELALU CENDERUNG MENGGIRING ke arah kesimpulan yang diinginkan oleh pencipta eksperimen imajiner tersebut. Dalam contoh di atas dikemukakan eksperimen imajiner yang diciptakan oleh Heisenberg, namun diarahkan oleh penulis artikel ini kepada suatu kesimpulan terhadap berlakunya Hukum Sebab-Akibat.


Dengan demikian menjadi jelas, klaim bahwa Asas Ketidakpastian menggoncang dua pilar utama fisika klasik, Hukum Sebab-Akibat dan Ketentuan / Kepastian, adalah suatu klaim yang terjadi akibat KESALAHPAHAMAN belaka.

Bahkan, dengan menggunakan eksperimen imajiner Heisenbergdi atas, kita bisa menarik suatu kesimpulan adanya  ASAS KEPASTIAN : yaitu prinsip yang diyakini / dipastikan berlakunya di dalam atom, antara lain hubungan antara inti atom dengan elektron, soal ukuran inti atom dan ukuran elektron dan polaritasnya / berlakunya Prinsip Polaritas / The Two-Polarity Principle.

Dan justru karena adanya KETENTUAN / KEPASTIAN soal-soal tersebut, maka bisa digambarkan suatu model atom. Tanpa adanya ketentuan / kepastian dari hal-hal yang sudah diketahui tentang atom, tidak mungkin bisa menjelaskan perihal atom dan partikel yang ada di dalamnya.    Dan tidak mungkin bisa menganalisa, lalu menyimpulkan bahwa pada waktu bersamaan kita tidak bisa menentukan posisi dan kecepatan elektron secara akurat / Asas Ketidakpastian. -- Disini terlihat lagi hubungan Sebab-Akibat, bahwa adanya Ketentuan / Kepastian berfungsi sebagai Penyebab, dan Ketidakpastian adalah Akibat atau konsekuensinya.



Namun hendaknya tidak dilupakan, bahwa eksperimen imajiner Werner Heisenberg yang dibahas di atas berbasis teori tentang model atom sesuai yang dikemukakan Neils Bohr pada tahun 1913.    Sehingga kita harus memikirkan lebih jauh lagi apakah model atom Bohr sudah secara tepat menggambarkan skala besar alam semesta.    Sehingga Asas Ketidakpastian yang didapat dari permodelan itu bisa disebut sebagai suatu ketetapan alam / hukum alam ( Natural law ), dan oleh karenanya dipandang bisa menggoncangkan Hukum Sebab-Akibat dan Ketetapan / Kepastian Alam ?

Sedangkan model atom Bohr itu sendiri sekarang sudah ditinggalkan sejak de Broglie dll mengemukakan teorinya bahwa elektron juga memiliki sifat gelombang.    Model atom modern yang digunakan sekarang ini sudah tidak bicara lagi gerak stasioner elektron pada orbitnya, melainkan awan elektron di sekitar inti atom, yang merupakan orbital atau tempat kebolehjadian elektron.   Model atom modern tidak lagi bicara soal posisi dan kecepatan elektron, melainkan momentum elektron. 


Selayaknya Asas Ketidakpastian dimaknai lain.    Sederhananya, model atom " klasik " / Bohr berbeda dengan model atom modern, oleh karenanya asas-asas yang mengaturnya tidak mungkin sama.    Apa yang tetap sama dan tidak berubah adalah Ketentuan / Kepastian tentang soal-soal hubungan antara inti atom dengan elektron, ukuran atom dan inti atom serta adanya elektron, dan polaritasnya / berlakunya Prinsip Polaritas / The Two-Polarity Principle ( The Certainty Principle ).  

Jika Asas Heisenberg itu tetap digunakan secara kaku, terlebih lagi dipandang sebagai suatu maha karya fisika modern yang menghasilkan suatu ketetapan alam, dan dilawankan kepada Hukum Sebab-Akibat dan Ketetapan / Kepastian Alam ataupun dipandang telah menggugurkan faham determinisme, maka bisa dikatakan telah terjadi kekeliruan dalam berlogika  - Fallacy of Forced Hypothesis -  yang pada gilirannya kekeliruan logika tersebut memunculkan istilah  God Plays Dice.


Discover Interview Roger Penrose
   

Fakta, teori model atom sudah berubah, namun ternyata soal  ' posisi dan kecepatan elektron '-nya Werner Heisenberg sepertinya sudah menjadi semacam dogma.    Hal ini terlihat jelas dalam dua buku karangan  Stephen Hawking, A Brief History of Time ( 1988 ) dan Grand Design ( 2010 ).  

Dalam buku A Brief History of Time soal Asas Ketidakpastian dibahas dalam satu bab sendiri :    Bab 4 : Asas Ketidakpastian.    Dan dalam bukunya yang terbaru, Grand Design, Stephen Hawking menyatakan :           



" It is not obvious, but it turns out that with regard to ( Heisenberg's uncertainty principle ),  the value of a field and its rate of change play the same role as the position and velocity of a particle.   That is, the more accurately one is determined, the less accurately the other can be. An important consequence of that is that there is no such thing as empty space meaning that both the value of a field and its rate of change are exactly zero.... Since the uncertainty principle does not allow for values of both the field and the rate of change to be exact, space is never empty, called the vacuum, but the state is subject to what are call quantum jitters, or vacuum fluctuations-particles and fields quivering in and out of existence. " ( http://EzineArticles.com/6048159 ).


Kelihatannya Stephen Hawking lupa bahwa dia pernah menulis ' menyentil ' para ilmuwan lainnya :

" Beberapa orang tidak pernah mengakui bahwa mereka keliru dan meneruskan mencari argumen-argumen baru, dan sering saling tidak konsisten, untuk mendukung pendapatnya yang salah. " 

Mungkin benar apa yang pernah dikatakan oleh Alphonsus Kelly, seorang insinyur Irlandia :
" Saya tahu ada pendeta yang mengkhotbahkan misteri yang tidak dia pahami. Saya pikir fisikawan melakukan hal yang sama. " 


The Biggest Joke in 2013: We Found It!





Sebetulnya asas ketidakpastian Heisenberg memberi konfirmasi yang lebih meyakinkan kepada kita tentang keterbatasan indera penglihatan manusia. *)
Sebagaimana diketahui,  indera penglihatan manusia hanya mampu melihat dalam batas gelombang cahaya tampak,  atau dalam batas spektrum kasat mata ( visible spectrum ),  yaitu spektrum elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 400  - 700 nm.    Dan keterbatasan indera manusia bukan hanya indera penglihatan saja,  melainkan juga indera lainnya termasuk indera pendengar dan perasa.   Keterbatasan indera manusia merupakan salah satu dasar pembahasan filsafat metafisika,  atau bisa juga disebut asas metafisika.   Lengkapnya dalam metafisika dikenal dua macam asas / dasar atau prinsip yang digunakan sebagai landasan berpikir atau berpendapat :
1.  Ketidakpastian /  ketidaktetapan yang ada pada wujud benda  yang diamati.
2.  Ketidakpastian / ketidaktetapan  yang ada pada pancaindera manusia.



Dua hal yang merupakan dasar / landasan pandangan metafisika tersebut di atas dikaitkan dengan asas ketidakpastian yang dikemukakan oleh Heisenberg,  dapat dilihat hubungannya karena ide Heisenberg  muncul disebabkan  adanya ketidakpastian  wujud benda yang diamati  yaitu atom,  inti atom dan elektron2,  serta ketidakpastian yang ada pada indera penglihatan kita.


Dengan demikian menjadi jelas,  bahwa apa yang disebut sebagai asas ketidakpastian dalam fisika modern yang dipandang sebagai penemuan baru di abad-20 /  maha karya fisika modern.  sebenarnya bukan suatu hal baru.



Soal itu sudah ada dalam pembahasan metafisika sejak zaman sebelum zaman Masehi oleh para filosof Yunani,  sampai abad pertengahan dan seterusnya.  Dan berawal dari adanya ketidakpastian / ketidaktetapan  wujud benda  ( hakikat wujud ) dan keterbatasan kemampuan indera manusia itu yang menyebabkan  timbulnya bermacam pendapat yang berbeda-beda tentang pandangan metafisika.   Hal itu pula  yang pada akhirnya melahirkan bermacam-macam faham / aliran filsafat metafisika.



Bahwa kemudian di abad-20 dan sampai sekarang ini asas ketidakpastian Heisenberg digunakan sebagai dasar pemikiran untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dipersoalkan di filsafat metafisika,  seperti bagaimanakah menjelaskan hakikat dari segala yang ada - alam semesta - ini ? maka bisa dikatakan fisika modern telah “ mengintervensi “  ranah metafisika,  sehingga batas-batas antara fisika dan metafisika menjadi kabur.

Itulah sebabnya,  sejak pertengahan abad-20 filosofi seolah-olah tenggelam,  nyaris tidak ada suaranya ................sejak beberapa filsuf abad-20 yangpemikirannya banyak mempengaruhi kaum logis-positivis menyatakan bahwa tugas-tugas filsafat seolah-olah sudah berakhir dan tidak ada sisanya.



Misalnya,  Ludwig Wittgenstein (  1889 - 1951 )  yang dikenal sebagai filsuf abad-20 mengatakan  :

 "  Satu-satunya tugas yang tersisa bagi filsafat adalah analisis bahasa. "  


Sama dengan apa yang pernah dikatakan oleh Martin Heidegger (  1889 - 1976 ),  bahwa tugas-tugas filsafat sudah diselesaikan pada era Nietzsche ( 1844 - 1900 ).   Martin Heidegger justru tidak suka disebut filsuf,  dia ingin disebut sebagai Pemikir Bahasa / sprachdenker.   

Kembali  ke soal  berlakunya Prinsip Polaritas / The Two-Polarity Principle  dan soal adanya ketidakpastian / ketidaktetapan  wujud benda  ( hakikat wujud ) dan keterbatasan kemampuan indera manusia. 



Hal itu   memberikan konsekuensi suatu Kepastian yang dapat dipandang sebagai Asas Kepastian /  The Certainty Principle  yang intinya berupa keterbatasan inderawi manusia : 
Bahwa pengenalan kita terhadap benda / materi adalah berdasarkan persepsi inderawi kita,  dan indera mata manusia terbatas hanya bisa melihat benda-benda atau partikel dalam batas spekrum cahaya tampak. 


 Segala apapun partikel yang kita lihat menggunakan alat-alat modern yang canggih,  proses akhirnya yang dihasilkan oleh persepsi indera mata manusia tetap dalam batas spektrum cahaya tampak.






___________________
*)    
Asas Ketidakpastian dan Teori Spektrum Elektromagnetik pada dasarnya telah membuktikan kebenaran ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa sesungguhnya  penglihatan manusia dalam keadaan payah / terbatas.


" ...... Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.   Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang ? "
(  QS, 67 ; 3 )


" Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan  penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah"  



Paperback              Kindle
Simple way to know Einstein was wrong: If Einstein’s theory of general relativity was correct, then the light from stars that passed closest to the sun would show the greatest  degree of “bending”, and the stars whose light tracks are very far from the sun have their lights not being bent or deflected. The stars whose lights are not deflected means that there is no difference between the apparent position and the true position of the stars. If being consistent with this theory, it means that all stars visible at night time are at the appearance of the stars on their true positions, because the said stars do not pass through the field of gravity. This is certainly incorrect if it is seen from the astronomical scientific point of view.The stars  in the sky at night time and seen by the observers, all are stars on apparent positions, not on their true positions.


Tests on the general relativity theory as suggested by Albert Einstein: the photo taken to the stars at the time when the sun was dark during the solar eclipse was compared to the photo of the same stars taken at another time. The words ‘was compared to the photo of the same stars taken at another time’ means proposal suggested by Albert Einstein is unjustifiable from scientific point of view of the astronomy.
It is really hard to understand that the tests was conducted by a team led by Arthur Eddington in 1919.
Here we know general relativity was wrong. Einstein ignored light refraction: astronomical refraction and terrestrial refraction, when he proposed the proving method for general relativity, and at the same time ignored the existing of the celestial sphere.  Each point in the earth has its own celestial sphere. The celestial sphere is only applicable at a certain time and at a certain place on which such observation is performed.









Share

 
Blogger Templates