Social Icons

17 Oktober 2012

ISLAM HARUS BERANI MENGEJAR ZAMAN


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/01/Presiden_Sukarno.jpg/220px-Presiden_Sukarno.jpgSebuah Catatan Tentang Visi Islam Bung Karno.

Setiap kali membicarakan Pancasila,  dasar falsafah negara Republik Indonesia,  - tidak dapat tidak - di dalam benak kita akan muncul sesosok bayangan,  yaitu Bung Karno,  Penggali dan Pencetusnya.   Mau tidak mau,  suka tidak suka,  nama ' Soekarno ' tidak bisa ' dihapus ' begitu saja dari sejarah kelahiran Pancasila.   Ini adalah kenyataan sejarah.

Mengingat pula,  Soekarno bukan sekedar Proklamator Kemerdekaan negara R.I dan Presiden R.I yang pertama,  lebih dari itu,  ini menurut pandangan saya  :  Bung Karno adalah Filsuf dan Sufi Besar,  sekaligus seorang Negarawan,  dimana kefilsufannya tidak lebih rendah bila disejajarkan dengan filsuf-filsuf dunia seperti Descartes,  Blaise Pascal,  Martin Heidegger,  dsbnya.


Seorang filsuf,  diakui eksistensinya bukan karena soal dia itu musuh atau kawan,  dan bukan pula soal benar atau salah.   Filsuf Yunani Sokrates bahkan menjalani hukuman mati,  karena pendapat dan pemikirannya pada masa hidupnya dianggap bisa meracuni kaum muda.   Demikian juga Epikurus yang mengajarkan hedonisme,  dan juga Nietzche dan beberapa filsuf lainnya yang mengajarkan agnotisme,  karya-karyanya masih dipelajari dengan hikmat,  baik oleh mereka yang menentang ajaran-ajarannya maupun mereka yang mendukungnya.

Seorang filsuf diakui eksistensinya semata-mata karena buah pikirannya yang sanggup ' mengindoktrinasi ' orang banyak.   Dan buah pikiran para filsuf akan tetap dipelajari,  dan seringkali diperdebatkan dari waktu ke waktu.   Itu memang semacam ' resiko ' dari hasil karya filsuf.   Bukan filsuf namanya kalau karyanya tidak ' berjiwa ' sehingga mampu menggerakkan ruh-ruh lainnya untuk berdebat,  atau bahkan main polemik-polemikan,  dari zaman ke zaman.   Gejala yang demikian bagi kefilsufan Bung Karno nampak dengan jelas pada hasil galiannya,  yaitu Pancasila, yang pada dekade 1980-an sempat terjadi polemik berkepanjangan.   Pada dekade tersebut ada upaya untuk menghapus atau memperkecil peran Ir.Soekarno dalam sejarah kelahiran Pancasila.    Namun polemik tersebut justru semakin mengokohkan posisi kefilsufan Ir.Soekarno.

Tulisan di bawah ini,  berusaha mengungkapkan pandangan atau visi Bung Karno tentang Islam,  pandangan mana tentunya yang menggerakkan atau menjiwai sertai melandasi falsafah yang dicetuskannya :  Pancasila.   Dengan kata lain,  bahwa visi ke-Islam-an Bung Karno pada dasarnya merupakan konsep atau jiwa ke-Islam-an,  yang menghidupi ruh Pancasila.   Pandangan Bung Karno tentang Islam bisa kita pelajari dari beberapa tulisannya mengenai persoalan agama Islam,  sekitar tahun tiga puluhan / sebelum kemerdekaan RI.


Menentang Faham Kekolotan Di Dalam Islam.

Suatu saat Bung Karno ditanya,  bagaimana caranya agar zaman kemegahan Islam yang dulu bisa kembali ?   Bung Karno menjawab dengan singkat  :  "  Islam harus berani mengejar zaman ! "

Maksudnya,  Islam tidak harus mengcopy begitu saja zaman keemasan Islam yang dulu.   Dan bukan kembali kepada tata kehidupan masyarakat seperti zaman para khalifah,  melainkan harus maju ke depan,  lari mengejar zaman.   Untuk itu,  Islam harus berani menentang kekolotan,  ketakhayulan,  taqlid,  bid'ad,  kemesuman,  kemalasan,  dsbnya.

Menentang kekolotan,  itulah yang oleh Bung Karno dipandang sebagai satu perjuangan paling berfaedah bagi umat Islam.   Bung Karno sangat mencela konsep ideologi Islam yang ingin meniru tata masyarakat Islam seperti zaman keemasannya di bawah khalifah.   Dalam salah satu suratnya,  Bung Karno menulis  :

"   Kita punya peri-kemanusiaan Islam,  kita punya ingatan-ingatan Islam,  kita punya ideologi Islam,  sangatlah terkurung oleh keinginan mengcopy 100 % segala keadaan-keadaan dan cara-cara dari zaman Rasul dan Khalifah yang besar.   Kita tidak ingat,  bahwa masyarakat adalah barang yang tidak diam,  tidak tetap,  tidak mati,  tetapi hidup,  mengalir,  berubah senantiasa,  maju dan dinamis.   Sesungguhnya sudah waktunya kita memberantas faham-faham yang mengkafirkan segala kemajuan dan kecerdasan itu,  membelenggu segala nafsu kemajuan dengan belenggunya - ini haram,  itu makruh - padahal jaiz atau mubah semata-mata !. "

Salah satu contoh tindakan Bung Karno menentang faham kekolotan,  ialah kejadian ketika Bung Karno meninggalkan rapat umum suatu perhimpunan Islam,  sekitar tahun 1939,  sebagai tindakan protes karena diadakannya ' tabir ' antara laki-laki dan perempuan.

Bung Karno berpendapat,  bahwa masalah tabir itu tidak diperintahkan oleh Islam,  tapi diadakan oleh umat Islam.   Lebih dalam lagi pendapatnya,  bahwa tabir itu ialah simbul perbudakan wanita !   Padahal,  Islam tidak mau memperbudakkan perempuan.   Islam justru ingin mengangkat derajat perempuan.   Bung Karno memberi contoh,  Allah melarang orang untuk mencuri,  kenapa semua rumah tidak ditutup rapat saja,  agar orang tidak bisa mencuri ?


Mengapa Islam Lemah

Sebelum kemerdekaan R.I.,  pada dekade 1930-an Bung Karno menulis,  bahwa dunia Islam adalah sangat mundur semenjak adanya aturan taqlid.   Bahwa dunia Islam adalah laksana bangkai yang hidup,  semenjak ada anggapan,  bahwa pintu idjtihad sekarang termasuk tanah yang sangar.   Bahwa dunia Islam mati jeniusnya,  sejak ada anggapan,  bahwa mustahil ada mudjtahid yang bisa melebihi ' imam yang empat '.   Jadi harus mentaqlid saja kepada tiap-tiap kyai atau ulama dari madzhab yang empat itu.

Soal taqlid adalah sangat penting yang harus diwaspadai oleh umat Islam umumnya.   Taqlid adalah salah satu sebab yang terbesar dari kemunduran Islam sekarang ini.

Selain masalah taqlid,  banyak kemunduran Islam yang disebabkan oleh alasan-alasan sejarah.   Kebanyakan ulama dan kyai-kyai tak ada sedikitpun yang feeling kepada sejarah.   Minat mereka hanya kepada agama khusus saja, terutama sekali bagian Fiqh.   Padahal sejarah itu penting sekali,  apalagi bagian yang lebih dalam,  yakni yang mempelajari kekuatan-kekuatan masyarakat,  yang menyebabkan kemajuan atau kemunduran suatu bangsa.

Kyai-kyai dan ulama-ulama kita,  kebanyakan terlalu tenggelam dalam kitab-kitab Fiqh.   Pengetahuannya tak sedikitpun keluar dari situ.   Mati hidup dengan kitab Fiqh.   Mereka menjadikan kitab Fiqh sebagai Pedoman,  bukan Kalam Ilahi sendiri ( fakta-fakta sejarah-pen ).   Hal itu yang menjadi algojo bagi ruh dan semangat Islam.   Akibatnya dunia Islam menjadi lemah,  tak berdaya,  tiada ruh,  tiada nyawa.   Umat Islam sama sekali tenggelam di dalam kitab-kitab Fiqh itu,  tidak terbang seperti burung garuda di atas udaranya agama-agama yang hidup !

Adapun yang menyebabkan jiwa kekolotan semacam itu,  menurut Bung Karno,  tidak lain karena adanya hadits-hadits yang lemah.   Islam menjadi lemah,  sebab hadits-hadits yang lemah itu sering lebih ' laku ' dari ayat-ayat Qur'an sendiri !

Misalnya,  berapa besarkah bencana yang menimpa umat Islam dari hadits yang menyatakan,  bahwa satu jam bertafakur adalah lebih baik dari beribadat satu tahun ?   Atau hadits yang menyatakan,  bahwa orang-orang mukmin harus lembek dan penurut seperti onta yang telah ditusuk hidungnya ? 

Namun,  walaupun begitu,  Islam juga tidak mengajarkan harus sangar,  menghujat,  menjarah, demo kekerasan dan main gepuk,  atau bahkan teror,  mengabaikan hukum dan  ROE / Rule Of Engagement.    Islam justru mengajarkan suatu Hukum Penalaran yang paling indah :   Hukum Penalaran Berbasis Prasangka Baik,   yaitu esensi atau hakikat dari Idjtihad.   Sebagian ulama sepakat memandang Idjtihad sebagai Hukum Ke Tiga dari Islam,  setelah Qur'an dan Hadits.


Di dalam salah satu suratnya,  Bung Karno menulis  :


"  Saya pentingkan sekali mempelajari Hadits,  oleh karena menurut keyakinan saya yang sedalam-dalamnya,  dunia Islam menjadi mundur oleh karena banyak orang jalankan hadits yang dlaif dan palsu.   Karena hadits-hadits yang demikian itu,  maka agama Islam menjadi diliputi oleh kabut-kabut kekolotan,  ketakhayulan,  bid'ah,  anti-rasionalisme.   Padahal,  tak ada agama yang lebih rasional dan simplistis dari pada Islam.   Saya ada sangkaan keras,  bahwa rantai taqlid yang merantaikan ruh dan semangat Islam,  dan yang lain,  ialah hasilnya hadits-hadits yang dlaif dan palsu itu.   Kekolotan dan kekonservatipan dari situ pula datangnya.   Karena itu,  adalah saya punya keyakinan yang dalam,  bahwa kita tak boleh mengasihkan harga mutlak kepada hadits.   Walaupun menurut penyelidikan ia bernama shahieh,  namun human report tak bisa absolut.   Absolut hanyalah Kalam Ilahi.   Benar atau tidakkah pendapat saya ini ? "

Islam menjadi mundur,  kolot,  penuh ketakhayulan,  sehingga sering direndahkan dan diperhinakan orang,  tidak lain karena menutup diri dari kemajuan,  tidak mau membuka pintu kecerdasan seluas-luasnya.   Singkatnya,  karena Islam menjauhi dan anti-rasionalisme !

Bung Karno mengutip perkataan seorang ahli bangsa asing yang mengadakan pengamatan dan penyelidikan tentang keadaan umat Islam di Indonesia  :

"   Bukan Qur'an-lah kitab hukumnya orang Islam, tetapi apa yang ulama-ulama dari segala waktu cabutkan dari Qur'an dan Sunnah itu.   Maka ini ulama-ulama dari waktu adalah terikat pula kepada ucapan-ucapannya ulama-ulama terdahulu dari mereka masing-masing dalam lingkungan mazhabnya sendiri-sendiri.   Mereka hanya dapat memilih antara pendapat-pendapat otoriter-otoriter yang terdahulu dari mereka .........maka syari'at seumumnya akhirnya tergantunglah kepada Idjmak,  firman yang asli. "

Hal tersebut seuai dengan perkataan seorang tokoh Islam,  Kasim Bey Amin,  yang mengatakan  :  "  Kita tidak mampu menerima warisan Muhammad,  tetapi hanyalah mampu menerima warisan ulama-ulama yang sediakala.  "

Sekarang ini kita harus berpikir,  apakah kita-kita ini juga tidak mampu menerima warisan ajaran-ajaran dari para founding father bangsa,  Soekarno-Hatta,  Dr.Wahidin,  Dr Soetomo,  dan masih banyak lainnya ?   Pancasila adalah sintesa dari dua ideologi besar yang ada di dunia :  Ideologi Barat dan Ideologi Timur,  apa artinya ?   Belum ada filsuf dunia lainnya yang sedemikian jenius mampu menggabungkan dua ideologi besar itu.   Oleh karenanya,  tidak berlebihan bila Pancasila itu disebut Karya Agung Bangsa Indonesia.  Dan tidak kalah pentingnya ajaran-ajaran Dr.Soetomo dkk.     Pada masa hidupnya,  beliau berjuang untuk memajukan pendidikan.   Bukan hanya itu.   Watak dan kepribadian yang beliau-beliau tanamkan ialah :  Watak Percaya Kepada Diri Pribadi.   Percaya kepada kemampuan sendiri.   Berdiri di atas kaki sendiri.   Apakah kita sudah melupakan ajaran-ajaran itu,  lupa kepada sejarah bangsa sendiri  ?





Memajukan dan Memudakan Islam


Oleh sebab itu,  menurut Bung Karno,  Islam yang selama ini lemah,  tak berdaya,  mundur,  mati jeniusnya,  harus dibangkitkan dengan cara membongkar segala kekolotan dan ketakhayulan,  dengan lebih banyak menggunakan akal pikiran.   Islam harus membuka pintu terhadap kemajuan dan segala kecerdasan,  dan mendudukkan rasionalisme di atas singgasananya Islam.

Tentang hal ini,  Bung Karno menulis  :

"   Marilah kita,  kalau kita tidak mau mendurhakai zaman,  marilah kita mengangkat rasionalisme itu menjadi kita punya bintang petunjuk di dalam mengartikan Islam.   Kita tidak akan rugi,  kita akan untung.   Sebab Allah sendiri di dalam Qur'an berulang-ulang memerintahkan kita berbuat demikian itu.   Apa sebab kamu tidak berpikir,  apa sebab kamu tidak menimbang,  apa sebab tidak kamu renungkan,  itu adalah peringatan-peringatan Allah yang sering kita jumpai.  "


Dengan kembalinya rasionalisme sebagai pemimpin di dalam pengertian tentang Islam,  maka barulah ada harmoni yang sejati antara otak dan hati,  dan antara akal dan kepercayaan.   Dengan kembalinya rasionalisme,  maka pandangan-pandangan yang kolot dan beku akan berubah menjadi pandangan yang merdeka.   Dengan demikian,  Islam tidak akan menjadi semacam penjara akal pikiran,  melainkan menjadi tempat pernaungan,  gudang petunjuk dan sumber inspirasi untuk mendapatkan pertolongan dan jalan keluar dari masalah-masalah kehidupan.







 
Blogger Templates